Workshop dan Pelatihan Zero Waste: Olah dan Pilah Sampah, Membangun Pondok yang Asri dan Lestari

0Shares

Keberadaan sampah di Indonesia, masih menjadi permasalahan kompleks dan belum mampu dikelola dengan baik. Memperhatikan berbagai kondisi, Lembaga Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Barat (LPW NTB) bekerjasama dengan Pondok Pesantren dan Al-Istiqomah Nahdlatul Wathan Dasan Poto (MA Al-Istiqomah NW) serta dukungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB, pada Selasa (27/07) menyelenggarakan “Workshop dan Pelatihan Pengelolaan Sampah di Masa Covid-19 untuk Mewujudkan NTB Gemilang”,di Desa Rarang, Kecamatan Terara, Kabupaten Lombok Timur dan online Zoom Meeting serta siaran langsung Youtube LPW NTB.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan penyesuaian kondisi Covid-19, sehingga menggunakan metode offline dan online, karena ada sekitar 200 peserta yang harus dikondisikan. Offline dilaksanakan dengan pembatasan peserta dan protokol kesehatan secara ketat”, Ungkap Saiful Bahri selaku Ketua Panitia.

“Kegiatan ini diikuti dari unsur siswa-siswi/santriwan-santriwati, alumni, masyarakat, dan kepala wilayah. Pelaksanaan kegiatan dilakukan tiga sesi, yaitu pembukaan, workshop dan pelatihan”, tuturnya.

Pada sesi pembukaan kegiatan ini dihadiri pula oleh pimpinan pondok dan MA, TGH. Lalu Ahmad Yani, TGH. Lalu Ishak, QH, L.C, TGH. Lalu Ilyas, Direktur LPW NTB, Taufan, S.H.,M.H, serta dibuka oleh Ir. Madani Mukarom, B.Scf., M.Si, selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pemda Provinsi NTB.

Dalam sambutannya TGH. Lalu Ishak, selaku Kepala MA Al-Istiqomah NW mengungkapkan bahwa pengelolaan sampah merupakan konsep yang sudah diajarkan oleh Rasulullah SAW, bahwa kebersiahan bagian dari iman”.

TGH. Lalu Ahmad Yani selaku Ketua Ponpes, juga menegaskan, jauh sebelum keluarnya Undang-undang dan peraturan tentang pengelolaan sampah, Nabi Muhammad SAW sudah mengajarkan kepada umatnya tentang pentingnya menjaga kebersihan.

“Lingkungan pondok pesantren dalam pandangan mainstream, pondok itu kumuh, terbelakang dan lain sebagainya, maka lewat kegiatan workshop dan pelatihan literasi zero waste ini sekaligus terus mengingatkan kita pentingnya kebersihan, serta kami berharap dapat meningkatkan pengetahuan bagaimana mengelola sampah, tutupnya.

Taufan, selaku Direktur LPW NTB menuturkan kegiatan ini berangkat dari permasalahan sampah di Indonesia serta kondisi penyebaran Covid-19 yang memperparah kondisi kesehatan masyarakat.

“Dari hasil riset Jenna Jambeck tahun 2015 telah menggambarkan kondisi Indonesia yang berada di peringkat kedua setelah Cina sebagai negara yang menyumbang sampah plastik ke lautan dari 192 negara”, terangnya.

“Disamping itu, dalam pengelolaan sampah sudah dikeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan, mulai dari Undang-Undang, PP, Perpres sampai Peraturan Daerah, bahkan di RPJMN dan RPJMD telah digariskan secara jelas pengelolaan sampah”.

“Pemda Provinsi NTB melalui Bappeda telah meluncurkann program zero waste pada Januari tahun 2019. Gubernur NTB, beberapa kesempatan menyampaikan pentingnya zero waste. Pemda Provinsi NTB juga terus mendorong komitmen zero waste, melakukan sosialisasi kepada elemen masyarakat”, ungkap Taufan.

Madani Mukarom, selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pemda Provinsi NTB. menyampaikan bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemda Provinsi NTB memiliki program Zero Waste yang merupakan turunan dari visi NTB Gemilang dan misi membangun NTB yang asri dan lestari.

“Pemda Provinsi NTB memiliki target bebas sampah tahun 2023, upaya realisasi diantaranya adalah mendorong bank sampah, sosialisasi maupun pelatihan. Upaya ini tidak dapat diwujudkan tanpa keterlibatan semua. Penting untuk membangun kekuatan masyarakat, mulai dari sekolah, rumah tangga, ini adalah bentuk memperkuat kerja pemerintah, dengan jumlah yang terbatas, mustahil pemerintah melakukan sendiri”, ungkapnya.

Pada sesi workshop, kegiatan dipandu langsung oleh Firmasyah selaku Kabid Pengelolaan Sampah dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB (DLHK NTB) dan Syawaludin selaku Direktur Bank Sampah Bintang Sejahtera NTB.

Materi workshop difokuskan pada perilaku pemilahan sampah, pengolahan organik dan non organik. Sedangkan pelatihan dilakukan dengan pemberian materi pengolahan sampah dapur, sampah plastik, kertas dan sisa makanan.

Firmasyah, menerangkan bahwa setiap hari satu orang bisa memproduksi sampah 2 – 3 Kg. “Sumber sampah paling banyak adalah dari Sampah rumah tangga yaitu sebanyak 62 %, pasar tradisional 13%, pusat perniagaan 7 %, kawasan 4 %, fasilitas Publik 3% dan lainnya 6 %”, ungkapnya

Di tahun 2020, Firmansyah menyatakan Pemerintah Provinsi NTB sudah menangani sampah sebanyak 37.63%, sedangkan yang belum tertangani sekitar 62.37%.

“Pemerintah berharap masyarakat ikut berpartisipasi dalam rangka menangani sampah minimal mulai dari pilah dan olah sampah dari rumah masing-masing, tidak harus wah, bisa mulai dengan mudah, kalau ini dilakukan maka akan mengurangi sampah ke TPA”, tambah Firmansyah.

Laporan: M. Azhar

Untuk mengatasi persoalan sampah, Firmansyah mengungkapkan ada berbagai cara, DLHK NTB tengah mendorong pilah dan olah sampah di rumah dan memanfaatkan dengan metode diantaranya composter bag, biopori dan black soldier fly.

Syawaludin berharap di lingkungan Pondok pesantren dapat membangun kesadaran terhadap santri, ustadz dan ustadzah tentang pentingnya pilah dan olah sampah.

“Gerakan sedekah sampah juga bisa di mulai di lingkungan pesantren ini misalnya tiap hari santri dan santriwati mengumpulkan dan memilah sampah, plastik gelasan, botolan, kertas dan lain-lain. Sampah yang sudah dipilah dan di kumpulkan tadi bisa kita sedekahkan kepada pemulung-pemulung. Satu sisi kita dapat pahala dan di sisi yang lain lingkungan pondok dan rumah kita juga bersih dan bebas sampah”, tutupnya.

Menurut Syawaludin, sampah harusnya tidak dilihat sebagai masalah, tetapi peluang untuk meningkatkan ekonomi.

“Kita impor sampah, kalau kita kelola peluangnya besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sebagian besar pakaian dan kebutuhan yang kita gunakan itu diolah lagi dari sampah”, terang Syawaludin.

“Terlalu jauh kita berbicara tentang teknologi, alat-alat canggih pengolah sampah dan lain sebagainya tapi mari pikirkan berapa banyak sampah yang kita hasilkan tiap harinya, dan mengubahnya menjadi emas”, tutur Syawaludin.

Syawaludin meyakini bahwa penggunaan teknologi tidak akan optimal jika tidak didukung oleh perilaku masyarakat.

“Urusan penanganan sampah bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah, tapi harus dirubah paradigma berrpikir, memperbaiki perilaku masyarakat, juga tanggungjawab pihak produsen yang menghasilkan banyak sampah pada produknya”, ungkapnya.

Sesi pelatihan dalam kegiatan ini kemudian ditutup dengan praktik pembuatan lubang Biopori yang dipandu oleh Firmansyah dan melibatkan pula tim Zero Waste DLHK NTB.

Video:

Chanel Youtube Ruang Literasi

https://www.youtube.com/watch?v=h2q6KeID4Pc

Laporan: M. Azhar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Us

Follow us on Facebook Subscribe us on Youtube Contact us on WhatsApp