BeritaInfo Wilayah

Warga Desa Wadas Melawan Kerusakan Lingkungan

0Shares

LPW NTB – Aksi kekerasan aparat gabungan baik kepolisian dan TNI terhadap warga Desa Wadas Kabupaten Purworejo Jawa Tengah terkait rencana penambangan Batuan Adesit menuai reaksi dari berbagai pihak termasuk kalangan kampus.

Berdasarkan catatan YLBHI, tindakan kekerasan tersebut telah mengakibatkan 9 warga luka-luka, dan 11 orang ditahan.  Dari 11 orang yang ditahan, dua orang diantaranya adalah Pengabdi Bantuan Hukum (PBH) dan Asisten Pengabdi Bantuan Hukum (APBH) dari LBH Yogyakarta.

Warga Desa Wadas sesungguhnya mengupayakan penolakan sedari awal, terutama terkait penambangan batu andesit. Penambangan dikaitkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 509/41/2018 yang menetapkan Desa Wadas masuk ke dalam area penambangan batuan andesit, yang diperuntukkan sebagai bahan proyek pembangunan Bendungan Bener, Kabupaten Purworejo, yang direncanakan mulai beroperasi tahun 2023.

Bendungan ini adalah salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi.

Warga melakukan aksi damai, protes dengan memblokir jalan, dengan menggunakan batang pohon, sambil duduk dan bersalawat.  Tentunya, langkah ini konstitusional dan bagian mendasar dari kebebasan ekspresi, terlebih ketika warga sebenarnya mengupayakan suara penolakannya, apalagi upaya hukum pengaduan tidak direspon baik pemerintah di Jawa Tengah.

Ketika aparat gabungan, memaksa masuk, apalagi dengan penggunaan kekerasan dan penangkapan, sungguh merupakan bentuk pemolisian yang sama sekali tidak demokratis, dan bertentangan dengan kewajiban perlindungan hak asasi manusia.

Sekretaris CACCP FH Unair Iqbal Felisiano, menyatakan penggunaan kekuatan kepolisian dan masuknya TNI dalam tindakan pembubaran justru tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Institusi negara, berikut aparat, berkewajiban menggunakan musyawarah atau dialog dalam menyelesaikan penolakan warga atas pembangunan Bendungan Bener dan rencana kegiatan tambang di area tersebut.

Ketua Pusat Studi Hukum HAM (HRLS) Fakultas Hukum Universitas Airlangga Franky Butar-Butar, menilai, hal itu memperlihatkan negara hadir dengan cara-cara kekerasan dan jelas pelanggaran hak asasi manusia.

Aparat gabungan tidak boleh sewenang-wenang mengintimidasi apalagi melakukan kekerasan terhadap warga.

Franky menegaskan perlunya pengungkapan kasus kekerasan ini dengan cepat dan transparan, sekaligus mendesak Komnas HAM untuk melakukan investigasi terkait pelaku dan korban tindak kekerasan tersebut.

Sedangkan bagi korban-korban luka harus dipulihkan haknya, dan membebaskan mereka yang ditahan.

Franky merupakan pula dosen Hukum Lingkungan menegaskan, penahanan atau perlakuan semena-mena terhadap kuasa hukum warga dari LBH Yogyakarta, telah merusak sistem hukum perlindungan HAM dan lingkungan, yang dijamin dalam baik UU HAM 1999 maupun UU Lingkungan Hidup (pasal 66).

Ketua Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI), Widodo Dwi Putro menyatakan apa yang disebut kepentingan umum, dalam kenyataannya berfungsi mengamankan kepentingan para pemodal yang ingin berinvestasi pada proyek-proyek pembangunan.

Sebetulnya masuk kategori proyek komersial atau untuk mendapatkan keuntungan bagi pihak tertentu dengan mengatasnamakan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Proyek Strategis Nasional.

Selanjutnya WALHI dalam pernyataan sikapnya menyampaikan, warga dalam posisi duduk sambil bersholawat atas Nabi SAW. Hingga akhirnya aparat tetap memaksa masuk termasuk menggunakan kekerasan dengan cara menarik, mendorong dan memukul warga termasuk ibu-ibu yang sedang bersholawat paling depan. Sekitar pukul 11.30 terjadi bentrokan. Warga dan beberapa mahasiswa yang bersolidaritas ditarik dan ditangkap secara paksa. Setelah itu warga mundur karena ditembak gas air mata. Sekitar jam 11.47 Julian, PBH LBH Yogyakarta sebagai kuasa hukum warga Wadas, dikerubung polisi hingga akhirnya juga ditarik paksa, dengan cara yang tidak manusiawi, rambut dijambak dll.

Warga Desa Wadas menolak penambangan untuk kebutuhan material Bendungan Bener karena mereka tidak sudi berdampingan hidup dengan kerusakan lingkungan. Tambang yang mengganggu ketentraman warga Desa Wadas saat ini merupakan tambang quarry atau penambangan terbuka (dikeruk tanpa sisa) yang rencana berjalan selama 30 bulan dengan cara dibor, dikeruk, dan diledakkan menggunakan 5.300 ton dinamit atau 5.280.210 kg, hingga kedalaman 40 meter. Tambang quarry batuan andesit  di Desa Wadas menargetkan 15,53 juta meter kubik material batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener, dengan kapasitas produksi 400.000 meter kubik setiap tahunnya. Jika hal itu terjadi, maka akan menghilangkan bentang alam dan tidak ada bedanya dengan memaksa warga untuk hidup dengan kerusakan ekosistem.

Pembangunan yang mengabaikan ruang hidup warga, konsistensi tata ruang, dan justru cenderung menggunakan pendekatan keamanan berupa kekerasan aparat kepada warga, jelas bertentangan dengan nilai-nilai perjuangan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang menjunjung tinggi demokrasi dan Hak Asasi Manusia.

Editor: Zaki Akbar

Sumber :
https://www.walhi.or.id/sikap-walhi-atas-kekerasan-di-wadas-purworejo
https://www.kabarnusa.com/2021/04/kasus-penambangan-batuan-adesit-aparat.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Us

Follow us on Facebook Subscribe us on Youtube Contact us on WhatsApp