Usut Dugaan Korupsi PMD Kabupaten Bima 2015-2019

0Shares

Oleh: Murad Fadirah, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram

Merujuk pada Peraturan Daerah Nomor  5 Tahun 2016 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Penyertaan Modal Daerah Kabupaten Bima dijelaskan bahwa 7 (tujuh) Badan Usaha Milik Daerah diberikan penyertaan modal dari APBD secara bertahap mulai tahun 2015-2019. Tujuh BUMD tersebut adalah:

PT Bank NTB Syariah paling banyak sebesar Rp. 50.000.000.000,-(Lima Puluh Miliar Rupiah).

PD Wawo paling banyak sebesar Rp. 5.000.000.000,-(Lima Miliar Rupiah).

PDAM Kabupaten Bima paling banyak sebesar Rp. 4.000.000.000,-(Empat Miliar Rupiah).

PT BPR NTB paling banyak sebesar Rp. 3.000.000.000,-(Tiga Miliar Rupiah).

PT BPR Akbar paling banyak sebesar Rp. 3.000.000.000,-(Tiga Miliar Rupiah).

LKP Nisa, Maria dan Sanggar paling banyak masing-masing Rp. 250.000.000,-(Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah).

PT Jaminan Kredit NTB Bersaing paling banyak sebesar Rp. 3.000.000.000,-(Tiga Miliar Rupiah)

Badan Usaha Lainnya paling banyak sebesar Rp. 7.000.000.000, (Tujuh Miliar Rupiah).

Berdasarkan Undang-Undang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2017 Tentang Badan Usaha Milik Daerah pada dasarnya Pemerintah Daerah dapat membentuk BUMD. Dalam  pendiriannya, BUMD dibentuk atas dasar kebutuhan dan potensi daerah untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat, menunjang Pendapatan Asli Daerah dan menjamin kesejahteraan masyarakat. Menelaah prinsip pembentukan BUMD dapat membantu kita menyelisik urgensi BUMD. “Jika tidak menyokong perekonomian masyarakat, mengabdi pada kepentingan hajat hidup sesuai potensi daerah, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menjalankan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik: sudah tentu tidak ada urgensinya pembentukan BUMD. Apalagi PMD.

Ketentuan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2017 mengisyaratkan BUMD dalam pendiriannya melalui Perda. Maknanya, jika BUMD tidak didirikan atas dasar Perda, tentunya bisa dinilai sebagai BUMD Bodong, atau BUMD yang dimaksudkan untuk menggarap APBD dengan tujuan lain-lain.

Dalam kalkulasi total APBD Kabupaten Bima untuk Penyertaan Modal Daerah 2015-2019 mencapai 81 Miliar.  Penggunaan APBD dengan angka sebesar ini, diduga dilakukan melalui sejumlah BUMD Bodong, karena tidak dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah. Anehnya, penggunaan APBD tersebut diduga dilakukan dengan melanggar asas umum pemerintahan yang baik dan bersih. Penggunaaan APBD pada sejumlah BUMD tidak diaudit (internal/eksternal) patut diduga dilakukan karena kehendak yang menggunakan dalih Penyertaan Modal Daerah untuk tujuan yang tidak mewujudkan hakikat dan tujuan BUMD.

Karena itu, diduga Penyertaan Modal pada BUMD bodong merupakan modus Kepala Daerah dan DPRD Kabupaten Bima untuk tujuan korupsi. Jika hal itu terjadi, sangat terindikasi pada Tindak Pidana Penggelapan Jabatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 415 KUHP, yang lebih khusus diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perlu diketahui, BUMD itu Artinya Badan Usaha Milik Daerah. Bukan Badan Usaha Milik Kepala Daerah.

PMD 2021-2024 Sebenarnya Demi Apa?

Sebagai kepastian hukum terhadap Penyertaan Modal Daerah pada sejumlah BUMD yang diduga Bodong direncanakan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda PMD 2021-2024) mesti ditinjau kembali dasar hukum dan urgensinya untuk daerah.

Faktanya, Perda pembentukan sejumlah BUMD  yang termuat dalam Raperda itu: Not Found (TIDAK BISA DITEMUKAN) melalui Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional (JDIHN) sebagaimana ketentuan Pasal 125 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Ada indikasi, Manusia yang punya otoritas terkait itu, menjadikan BUMD sebagai modus untuk menggarap APBD. Atas dasar ini, penulis menduga sejumlah BUMD yang hendak digelontorkan modal melalui APBD itu BODONG.

Pansus PMD dibentuk untuk bertanggungjawab menjalankan amanah rakyat, menyelematkan keuangan negara dan mengoptimalkan APBD untuk BUMD diduga bodong dan “bermasalah” seperti PD.Wawo dan PDAM, sekiranya melakukan kerja-kerja intelektual yang berorientasi menemukan langkah solutif pada penyelesaian masalah.

Penulis menelaah catatan strategis DPRD Bima terhadap LKPJ Bupati Bima Akhir Tahun Anggaran 2016 dan 2019, semestinya DPRD memahami akar masalah pada BUMD. Namun, meneliti cara DPRD “menyelamatkan keuangan negara” sepertinya belum sepenuhnya paham cara membenahi masalah. Pada kondisi ini, bukan waktunya berceloteh dan lomba tuding-menuding. Bicara itu penting, jika muatannya itu berorientasi jelas pada target dan kualitasnya, demikian pula pada kerjanya.

Karena itu beberapa waktu lalu, Pansus PMD menggelar konsultasi pada Biro Hukum Pemprov NTB dan BPKP NTB hanya meminta keterangan dan secercah ilmu pengetahuan. Puluhan anggota Pansus dalam tujuannya menyelematkan keuangan negara, bisa berati dalam keberangkatannya hanya menghamburkan keuangan daerah.

Jika benar tujuan Pansus BUMD dibentuk untuk menyelamatkan keuangan negara, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan mensejahterakan masyarakat. Dalam dugaan penggelapan jabatan terhadap PMD 2015-2019 mesti dilaporkan pada Aparat Penegakan Hukum dan bersurat secara resmi pada BPKP NTB untuk melakukan audit investigasi terhadap rencana PMD yang hendak digelontorkan anggaran pada tahun 2021-2024. Tentu kita memahami penyakit pada BUMD, Pemda Bima pun harusnya lebih faham langkah solutif terhadap penyakit yang mengendap pada sejumlah BUMD sebelum memutuskan jenis obat yang sesuai dengan keperluan penyakit.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Us

Follow us on Facebook Subscribe us on Youtube Contact us on WhatsApp