Urgensi Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah
Partisipasi akan memberi pengaruh dalam memutuskan kebijakan, sekaligus menciptakan sistem kontrol sosial yang menyangkut kehidupan masyarakat.” – Cornwall (2001).

PARTISIPASI masyarakat memiliki fungsi penting, diantaranya adalah sebagai sarana bagi warga untuk mengekspresikan kebutuhan dan kepentinganannya sehingga proses kebijakan daerah menjadi lebih responsif terhadap kebutuhandan kepentingan warga. Lebih dari itu, partisipasi penting untuk menjamin warga memiliki ownership dalam proses kebijakan dan karenanya dapat menciptakan kepedulian dan dukungan warga untuk keberhasilan pembangunan di daerahnya.Partisipasi juga dapat digunakan melakukan pendidikan dan pembelajaran bagi warga terhadap masalah dan kebijakan publik.Partisipasi karenanya dapat membentuk sense of citizenshipyang sangat penting bagi pengembangan demokrasi dan pembangunan bangsa.
Dalam setiap pembangunan, keterlibatan masyarakat sangatlah dibutuhkan, tidak saja sebagai wujud pelaksanaan demokrasi tetapi agar hasil pembangunan yang dihasilkan tepat sasaran dan optimal bagi masyarakat.
Menurut Adisasmita (2006), keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, yang meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) suatu program atau proyek pembangunan yang dikerjakan di dalam masyarakat lokal, dimaknai sebagai partisipasi masyarakat. Partisipasi ini merupakan salah satu bentuk Pemberdayaan Masyarakat (social empowerment) dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya di lingkungan merekatinggal, baik dari aspek masukan (input), aspek proses dan aspek keluaran (output).
Dengan melibatkan masyarakat dalam suatu kegiatan pembangunan, dapat mempengaruhi keputusan yang diambil. Sehingga, peningkatan partisipasi masyarakat juga memerlukan pemberdayaan masyarakat. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan di daerah maka berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan keyakinan mereka tentang manfaat partisipasi terhadap perbaikan kehidupannya dan memperkecil risiko ketika mereka terlibat dalam proses kebijakan.
Banyak studi menunjukan bahwa ada kecenderungan yang meluas mengenai munculnya banyak forum komunikasi dan partisipasi masyarakat dibanyak kabupaten/ kota di Indonesia. Namun, munculnya banyak forum komunikasi dan partisipasi warga di daerah ternyata belum mampu secara berarti meningkatkan keterlibatan warga dalam proses kebijakan di daerah karena berbagai forum itu seringkali didominasi oleh elit sehingga kepentingan yang diperjuangkan dalam proses kebijakan masih lebih banyak kepentingan elit daripada kepentingan warga pada umumnya. Otonomi daerah masih lebih banyak dinikmati oleh elit politik dan birokrasi di daerah daripada warga pada umumnya.
Salah satu kesulitan dalam mendorong partisipasi masyarakat adalah terbatasnya akses warga terhadap informasi. Rendahnya akses warga terhadapinformasi membuat mereka mengalami kesulitan dalam mengambil peran yangoptimal dalam proses kebijakan di daerah, walaupun kebijakan tersebut berpengaruh sangat besar terhadap kehidupannya. Keterbukaan pemerintah untuk membuka akses warga terhadapinformasi masih sangat mendua, karena sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya konflik kepentingan. Pemerintah daerah dapat sangat terbuka kepada warganya dan mendorong warganya untuk berpartisipasi ketika pemerintah tidak memiliki kepentingan terhadap isu dan masalah yang dipersoalkan. Namun ketika penyelenggara pemerintahan daerah memiliki kepentingan dan kepentingannyadapat terganggu jika transparansi dilakukan, maka penyelenggara negaracenderung menjadi sangat tertutup dan mencegah keterlibatan masyarakat (Dwiyanto, Agus, 2003).
Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan makapenyelenggara pemerintahan daerah perlu membuka akses publik seluas-luasnya terhadap informasi tentang berbagai kebijakan pemerintah, seperti dalam penyusunan Perda, APBD, dan prioritas pembangunan daerah. Keterbukaan informasi ini akan dapat mengurangi dominasi elit lokal dalam proses kebijakan didaerah. Selama ini proses kebijakan publik cenderung didominasi oleh elit lokalkarena mereka yang memiliki akses terhadap informasi dan kekuasaan. Masyarakat luas cenderung menempati posisi pinggiran sehingga kepentingannya sering kurang dapat terakomodasi dalam proses kebijakan di daerah.
Peningkatan partisipasi masyarakat juga memerlukan pemberdayaan masyarakat. Kepercayaan diri yang rendah terhadap kemampuannyauntuk ikut mempengaruhi proses perubahan dan besarnya risiko yang harusdibayar dari keterlibatannya dalam proses kebijakan sering membuat minat mereka terlibat dalam proses kebijakan di daerah masih amat rendah. Akibatnya,partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan di daerah masih amat terbatas. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan di daerahmaka berbagai upaya untuk meningkatkan keyakinan mereka tentang manfaat partisipasi terhadap perbaikan kehidupannya dan memperkecil risiko ketikamereka terlibat dalam proses kebijakan perlu dilakukan.
Untuk dapat mendorong partisipasi masyarakat maka daerah berkewajiban untuk menghilangkan kendala (costs) dan menaikan kebutuhan (demand)masyarakat untuk terlibat dalam proses kebijakan di daerah. Warga harus dijamin aksesnya terhadap informasi tentang berbagai hal terkait dengan kegiatanpenyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik, karena informasi adalah bahan baku utama bagi proses kebijakan publik. Selama ini akses terhadap informasi tentang kegiatan pemerintahan masih sangat terbatas. Lebih dari itu, berbagai prosedur dan ketentuan tentang proses kebijakan yang menghamba twarga dan pemangku kepentingan untuk terlibat dalam proses kebijakan harus dapat dipermudah. Proses kebijakan di daerah harus didorong menjadi semakin terbuka, mudah diakses, dan dekat dengan masyarakat sehingga kendala untukberpartisipasi menjadi semakin rendah.
Untuk mendorong keingingan berpartisipasi dalam proses kebijakan di daerah maka utilisasi informasi dan pengetahuan yang disumbangkan oleh masyarakat dalam proses kebijakan di daerah harus menjadi semakin besar. Salah satu faktor yang mendorong rendahnya kebutuhan untuk berpartisipasi adalah rendahnya keyakinan masyarakat bahwa informasi dan usulan yang mereka sampaikan akan dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan.
Dalam perencanaan pembangunan daerah, misalnya, banyak warga yang apatis dengan proses musrenbang yang terjadi di lingkungannya karena mereka tidak yakin apayang diputuskan dalam musrenbang akan diakomodasi dalam pengambilan keputusan tentang alokasi anggaran. Tidak adanya koneksi antara musrenbang dengan keputusan yang dibuat oleh panitia anggaran menjadikan masyarakat enggan untuk terlibat dalam proses musrenbang. Proses kebijakan yang tidak akomodatif terhadap aspirasi publik seperti ini yang menjadi salah satu faktoryang mendorong mengapa partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan didaerah selama ini relatif rendah.
Maka, mengingat spirit desentralisasi dalam amandemen UUD NRI dan perubahan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka kebijakan desentralisasi hanya akan berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat jika diikuti dengan pemberdayaan masyarakat. Tujuan adalah agar masyarakat dapat berperan serta dan sekaligus mengawasi jalannya penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Otonomi daerah (desentralisasi) yang melimpahkan kewenangan pada elit politik dan birokrasi di daerah harus diikuti dengan otonomi pada tingkat warga untuk dapat mengontrol perilaku elit politik dan birokrasi dalam menggunakan kekuasaannya.Untuk itu, ruang partisipasi bagi warga dalam pemerintah harus dibuka seluas-luasnya. Hanya dengan cara seperti ini maka desentralisasi dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat di daerah.
*Penulis adalah Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Nahdlatul Wathan Mataram