Umi Kalsum, Rela Jual Rumah Demi Mengurus Anak Yatim Piatu dan Orang Terlantar

0Shares

Kisah lima belas tahun silam, masih tertata dalam ingatan Ibu Hj. Kalsum, pendiri Yayasan Al-Balad, Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat. Umi Kalsum, panggilannya, menceritakan dengan perasaan mendalam, suara yang menurun, pandangan yang mengarah ke bawah, penuh kesedihan, mengingat nasib orang-orang yang ia tampung di gubuknya. “Miris melihat orang lalu lalang disekitaran gubuknya, numpang minum dan kelaparan”, Umi Kalsum, mulai membuka kisahnya pada Tim LPW NTB yang berkunjung pada Kamis (01/04/2021).

Tahun 2005, sebelum lokasi itu menjadi sebuah Yayasan, adalah rumah sederhana, sebuah “gubuk”, tempat tinggal Umi Kalsum. “Awalnya orang-orang banyak yang singgah, minta air minum, terus kami kasi makan, diantaranya, setelah kami tanya-tanya, mereka orang-orang yang tidak punya tempat tinggal dan sedang mencari pekerjaan,  mereka jauh dari kampungnya, jadinya kami menawarkan untuk tinggal sementara, namun karena tidak kunjung mendapatkan pekerjaan, mereka berbulan-bulan ada disini, mengajak anak istri dan keluarga, lama kelamaan jumlahnya menjadi banyak”, ungkap Umi Kalsum.

“Kami juga heran, mereka nyaman tinggal di rumah yang beralaskan kardus, tikar dan berlantaikan tanah dengan isi rumah seadanya. Tiap hari makananya dari hasil kebun seperti kelor, ubian, juga hasil tangkapan ikan di kali juga di laut. Dengan semakin banyak yang numpang, kami pun mengalami kesulitan kesediaan makanan, saya dan suami datangi rumah warga lainya untuk menjual pakaian bekas atau menukarnya dengan beras, namun hasilnya tidak seberapa dan hanya menolong untuk beberapa hari”, Lanjutnya.

Pada tahun 2008, suatu malam, Umi Kalsum dan suami berdialog untuk mencari solusi masalah yang mereka hadapi, “Kalau begini terus bagaimana, mereka tidak ada yang mau pulang,  mau kasih makan apa mereka” Ungkapnya.

Di dalam hati Umi Kalsum, timbul kehendak untuk meminta mereka pulang ke rumah atau daerah masing-masing. Namun terus tergerak rasa kasihan dan tidak tega menyampaikannya, karena disatu sisi hadir rasa nyaman dan bahagia bersama-sama dengan mereka. Akhirnya keinginanan itupun urung dilakukan.

“Saya menelpon anak yang ada di Jakarta, lalu menceritakan kondisi yang dihadapi. Anak saya menyarankan agar di bangunkan Yayasan, tetapi syarat pengajuan untuk membangun yayasan pada masa itu haruslah dengan Uang Tunai kurang lebih 13 juta rupiah. Disitu berat lagi rasanya, uang sebanyak itu darimana dapatnya,” urainya.

Setelah mempertimbangkan semuanya, dengan bulat Umi Kalsum dan suami memutuskan untuk menjual rumah dan tokonya yang ada di Kecamatan Alas senilai.”Jadi kami jual rumah sekaligus yang dibuatkan toko, ada uang waktu itu 23 Juta hasil penjualan, kami buatkan Yayasan untuk anak Yatim Piatu, Jompo dan terlantar, sisa uangnya untuk bangun kamar, toilet dan membeli beras”.

Pada tahun 2015, suami Umi Kalsum tutup usia. Imbasnya, kebutuhan pokok anak-anak yang diurus sulit di penuhi, terlintas untuk menghentikan Yayasan. Namun kembali lagi dengan rasa keyakinan serta jalan baik yang di berikan oleh Allah SWT. Ia pun melanjutkan perjuangnya, selama bertahun-tahun ia mengurus Yayasan dengan modal sendiri serta bantuan dari hamba-hamba Allah.

“Mulai tahun 2018, sudah lancar, banyak bantuan ataupun sumbangan, dan sampai dengan hari ini, Yayasan masih berdiri, ada yang sampai kami kuliahkan, dapat beasiswa, ada saja orang yang bisa bantu”, ungkapnya.

Umi Kalsum, mengungkapkan kekecawaanya terhadap peran pemerintah,  “Kenapa pemerintah tidak begitu peduli terhadap keberadaan yayasanya yang selama ini mengurus secara mandiri, bukankah pemerintah bertanggung jawab atas anak-anak terlantar dan orang miskin, ada bantuan Covid ini kami tidak dapat, yang lainnya dapat, padahal anak-anak ini susah juga, kami juga miskin, mengurus anak-anak dan operasional ini butuh biaya besar”, ungkapnya.

Umi Kalsum pun berharap, Pemerintah dapat bersama-sama, berjuang untuk anak-anak yang tanpa keluarga, mereka yang terlantar, tidak punya tempat tinggal. “Mereka semua adalah keluarga kita, ingin seperti kita, dan pasti menginginkan kebahagiaan apalagi tentang masa depannya”, pungkasnya.

Sosok Umi Kalsum dan pejuang kemanusiaan lainnya, memberikan bangsa ini harapan, orang-orang baik selalu tumbuh. Mereka, tidak hanya merawat harapan anak-anak dan orang-orang yang ia rawat disekelilingnya,  kebaikannya adalah benih, tumbuh dan menyebar pada anak-anak kita kelak, menjaga anak-anak adalah menjaga masa depan, dan kebaikan adalah jejak terbaik bagi mereka untuk membangun bangsa ini.

Kisah Umi Kalsum, perempuan gigih, tanpa pendidikan yang mumpuni, hanya tamat SD, hari ini kembali mengingatkan kita, bahwa rumah dan kemewahan tidak memiliki arti apa-apa tanpa kepedulian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Us

Follow us on Facebook Subscribe us on Youtube Contact us on WhatsApp