Tersangka pelecehan seksual terhadap disabilitas kabur dari tahanan, Polres Dompu akan keluarkan DPO
BERITA LPW NTB – Laporan pelecehan seksual perempuan disabilitas di Kabupaten Dompu masih menemui jalan buntu. Polres Dompu, yang menangani kasus tersebut mengatakan pelaku melarikan diri dari tahanan.
Dari keterangan Juanda, S,H.,M.H, kuasa hukum korban, kasus tersebut sebelumnya mengalami hambatan dari berbagai pihak.
“Awalnya mau didamaikan, tapi korban tidak mau, karena desakan akhirnya pelaku ditahan, namun katanya Polisi kini pelaku melarikan diri”, ujarnya pada keterangan melalui telepon pada Senin (29/08/2022).
Untuk itu, pihaknya mengambil langkah audiensi dengan Polres Dompu pada Senin (29/08/2022). Pertemuan itu berlangsung pukul 10.00 hingga 11.30 Wita di Ruang Reskrim Polres Dompu.
Agenda hearing terkait perkembangan kasus pelecehan seksual disabilitas itu, dihadiri oleh Adhar S.Sos (Kasat Reskrim polres Dompu), Utari Rahmiati, S.E (Kepala UPTD DP3A Kab. Dompu), Laksana Adi putra, SH (Ketua LBH Guru Tani) serta Juanda,S.H.,M.H selaku kuasa hukum korban AM.
Dari pertemuan itu, Adhar S.Sos selaku Kasat Reskrim Polres Dompu menegaskan akan menindak tegas pelaku kejahatan seksual. Ia mengatakan sudah ditetapkan tersangka dan dilakukan penahanan, tetapi pelakunya kabur.
“Terkait pelaku yang kabur akan segera dikeluarkan surat DPO”, tuturnya.
Juanda, selaku kuasa hukum berharap kasus tersebut segera dituntaskan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan terhadap korban.
“Kami terus dorong kasus ini, karena sudah berjalan sekitar dua bulan, Polisi belum mampu melimpahkan berkas agar segera disidangkan”, urainya.
Sebelumnya, pada Pada Rabu (22/06/22) yang lalu, Korban AM asal Kab. Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat, telah melaporkan pelecehan yang dialaminya di Polres Dompu.
Juanda menguraikan, korban AM merupakan keluarga miskin, mengalami gangguan mental, diduga dilecehkan oleh pelaku inisial AL. Kejadian ini merupakan keempat kalinya dialami oleh korban, dengan pelaku yang sama. Kejadian kedua, dilakukan perdamaian oleh pemerintah desa.
“Ini yang keempat kali korban mengalami pelecehan, pelaku yang sama, yang kedua ada surat perdamaian dan pernyataan tingkat desa”, ungkapnya.
Juanda menyatakan bahwa pada kejadian keempat ini, awalnya kembali ada upaya perdamaian dari pemerintah desa dan pihak Bhabinkamtibmas. Namun, korban dan keluarga menginginkan keadilan dan memberi sanksi tegas kepada Pelaku, serta kejadian serupa tidak terulang dan memakan korban lain. Walau diakui banyak pihak yang melakukan perlawanan terhadap upaya itu.
“Korban mencari keadilan, jangan sampai terjadi lagi dan memakan korban lain, walau memang banyak perlawanan yang menginginkan ada perdamaian”, tutup Juanda.
Laporan: M. Azhar, S.Kom.
Editor: Mu’amar Adfal, S.H.