Taman Literasi Usung Kelas Alam “Environmental Ethics”, Perang Melawan Kerusakan Lingkungan
BERITA LPW NTB – Tawa anak-anak Kelurahan Oi Fo’o, Kota Bima, menggelegar di tengah keseruan kegiatan kelas alam yang diadakan oleh Taman Literasi pada Minggu (27/03/2022).
Bertempat di TPA lingkungan Rade Ndeu, Kelurahan Oi Fo’o, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, kegiatan ini, merupakan rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan sebelumnya di Kelurahan Oi Fo’o.
Koordinator Taman Literasi, Muhammad Al Husaini, S,H.,M.H, atau yang akrab disapa Rin, mengungkapkan bahwa kegiatan kali ini mengusung tema “Environmental Ethics”.
“Environmental ethics secara sederhana bisa diartikan sebagai etika lingkungan, pemahaman tentang lingkungan, atau juga kepekaan terhadap lingkungan dan yang menyerupai itu”, tuturnya.
Menurutnya untuk memahami atau merenungi cara mengaplikasikan hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari tentu tidak sesederhana itu.
“Upaya edukasi dengan kegiatan kreatif merupakan salah satu cara kita untuk menerjemahkan itu”, sambungnya.
Rin, menguraikan gagasannya itu dengan mengkaitkan dengan tulisan Yuval Noah Harari dalam bukunya “Sapiens”.
“Bahwa pada akhirnya manusia (sapiens) masih bertahan sejauh ini pada posisi puncak rantai makanan setealah melewati beberapa proses revolusi”, jelasnya.
“Revolusi kognitif pada 70.000 ribu tahun lalu, homo sapiens (manusia) pertama kali menciptakan budaya dan sejarahnya sendiri dan mengubur saudara-saudaranya yang lain (Homo Neandertal, Homo Soloensis, Homo Erectus dan lainnya) yang tidak memiliki kecakapan kognitif dalam belajar mengingat dan berkomunikasi”, terangnya.
“Revolusi kedua, yaitu revolusi agrikultur 10.000 ribu tahun lalu. Revolusi pertanian ini membawa serta keinginan manusia untuk merencanakan masa depan lebih matang. Homo Sapiens telah berada di track yang tepat, tetapi di sisi lain, bisa saja berada di jalan menuju kebinasaan”, lanjutnya.
“Sedangkan ketiga, revolusi saintifik. Pada tahap ini Homo Sapiens telah menapak ke tangga revolusi selanjutnya. Ia tidak hanya dapat mengubah sejarah, tetapi dapat memberhentikannya”, tegasnya.
Rin menyatakan, hal itu ditandai dengan manusia yang berhasil menapakkan kaki pertama kali ke bulan yang merupakan kabar baik, tetapi penemuannya terhadap senjata nuklir adalah malapetaka.
“Bukan itu saja, terkait dengan lingkungan sebagai tema yang kami usung dalam kegiatan ini, kita bisa melihat secara nyata bagaimana dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh Homo Sapiens. Derasnya arus kerasukan manusia (sapiens) sangat tidak seimbang dengan nikmatnya alam merestorasi diri dengan bijaksana sehingga suka tidak suka kita harus mulai berbenah demi terjaganya keberlanjutan peradaban untuk anak dan cucu kita”, urainya.
Untuk itu, berpijak pula pada pandangan Harari, sebelum menuju Revolusi saintifik, ada penyatuan manusia untuk bekerja sama secara global. Penyatuan manusia ini dibentuk oleh mitos bersama yang diciptakan oleh manusia sendiri, baik berupa aturan hukum, ideologi, dan agama.
“Kerjasama dalam skala besar terjadi jika tidak ada mitos bersama ini. Terbentuknya kerajaan, negara, atau kerja sama lainnya itu karena imajinasi bersama mereka”, bebernya.
Menurut Rin, penjelasan di atas harusnya menjadi menarik untuk dijadikan landasan oleh kita sebagai manusia yang katanya modern untuk menjadikan bahwa lingkungan adalah investasi terbaik untuk kehidupan saat ini dan masa depan.
“Sehingga pada suatu titik waktu kita akan mengadakan perlawanan dan perang terhadap manusi- manusia lain yang menghancurkan lingkungan. Setidak-tidaknya, itulah mengapa kegiatan kelas alam terus digencarkan oleh Taman Literasi”, jelasnya
Taman literasi, merupakan wadah literasi yang digagas oleh Rin semenjak tahun 2020 silam. Bertujuan untuk meningkatkan budaya literasi dengan memperhatikan kondisi lingkungan hidup, serta melibatkan masyarakat.
“Keterlibatan semua pihak dan keberpihakan kebijakan menjadi kunci, karena penyatuan dengan kerjasama adalah langkah penting untuk edukasi dan menyebarkan pengetahuan dan semangat, sehingga harapan dan imajinasi kita bersama dapat tercapai” tutupnya.
Semenjak tahun 2020, Taman Literasi melaksanakan kegiatan setiap Minggu sore membuka lapak baca di Taman Pantai Amahami, Kota Bima, serta kelas alam di Oi Fo’o, Toloweri, dan Kampung Melayu. Selain itu, juga pernah melaksanakan kegiatan trauma healing pasca banjir di wilayah Tente, Kabupaten Bima.
Laporan: Tim Taman Literasi
Editor: Hamdi