Siaran Pers: Catatan Hitam Polda NTB, Tuntaskan Kasus Kematian Muardin Korban Penembakan Pilkades Ricuh
CATATAN HITAM POLDA NTB: TUNTASKAN KASUS KEMATIAN MUARDIN, KORBAN PENEMBAKAN DI PILKADES RICUH BIMA TAHUN 2022
”Kasus kematian Muardin, pasca Pilkades ricuh di Desa Rite, Kecamatan Ambalawi, Kab. Bima tahun 2022, telah berlalu dan mengendap. Nyawa manusia melayang sia-sia, tak ada kabar kejelasan penyebab kematian dan pelaku pembunuhan. Polisi menyatakan masih kesulitan menemukan pelaku.”
…
Pengamanan kericuhan penghitungan suara Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak Kabupaten Bima dengan penembakan gas air mata oleh Polres Bima Kota, berujung meninggalnya korban Muardin (51) pada Kamis 7 Juli 2022. Masyarakat diintimidasi, hingga keluarga harus berjuang demi meminta keadilan. Proses penyidikan bergulir penuh akrobat, berbelit dan tersumbat berkali-kali. Hingga pada 10 April 2023, surat “SP2HP” dari Polisi menyatakan, penyidik masih kesulitan menemukan tersangka. Kemudian, berlalu, meredup, hilang. Tak ada kata, tak ada empati, menyisakan Catatan Hitam Kepolisian“.
Pimpinan Kepolisian (Kapolres Bima Kota dan Kapolda NTB), Bupati Bima dan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) pun kompak bungkam, tak ada belasungkawa. Justru, memamerkan prestasi “Pilkades Aman-Damai”. Hati nurani telah mati, nyawa manusia melayang seperti binatang, tak ada artinya bagi kekuasaan.
Keluarga, kecewa, pasrah sembari terus berdoa, merawat harapan, menyalakan perjuangan, untuk menggapai keadilan melalui proses peradilan pidana. Hingga penghujung tahun 2023, hampir 2 (dua) tahun kasus belum ada kejelasan. Kini, memasuki lembaran tahun 2024, keluarga kembali meminta kepada tuhan, kiranya polisi “Polda NTB” sebagai alat yang dihadirkan oleh negara, benar-benar mampu menjadi penegak hukum, pengayom, pelindung masyarakat, sesuai amanat Konstitusi, UUD NRI 1945.
Pusat Bantuan Hukum LPW NTB (PBH LPW NTB) yang mendampingi keluarga, telah melakukan pendalaman fakta. Laporan menunjukan banyak kejanggalan yang terjadi dalam proses penyelidikan dan penyidikan, sehingga menyimpulkan terjadi pelanggaran hak asasi manusia dan obstruction of justice yang dilakukan oleh Kepolisian.
Catatan PBH LPW NTB selaku kuasa hukum keluarga terhadap fakta dan tahapan kasus diuraikan kembali dalam poin sebagai berikut:
1. Pada tanggal 6 Juli 2022 Pilkades di Kabupaten Bima di laksanakan secara serentak;
2. Pada tanggal 7 Juli 2022, pada saat perhitungan surat suara di Desa Rite, Kec. Ambalawi, terjadi protes hingga ricuh. Kepolisian melakukan aksi pengamanan dengan menembakan gas air mata;
3. Kericuhan menyebabkan beberapa korban luka-luka dan korban meninggal dunia atas nama Muardin;
4. Dari video yang beredar dan wawancara saksi oleh tim pencari fakta LPW NTB, terlihat gerakan penembakan oleh anggota Polisi berseragam diikuti oleh jatuhnya korban Muardin.
5. Korban Muardin sempat dilarikan ke rumah sakit, namun tidak tertolong. Pada tanggal 9 Juli 2022, ia hembuskan nafas terakhirnya;
6. Anak korban Muardin, Nanang Suhendra memasukan Laporan/Pengaduan atas dugaan Penganiayaan dan Pengeroyokan mengakibatkan mati, sebagaimana Laporan Pengaduan Nomor: ADUAN/K/563/VII/2022/NTB/RES Bima Kota, tanggal 08 Juli 2022;
7. Kepolisian tidak langsung melakukan autopsi terhadap jenazah korban Muardin. Justru, dari keterangan pihak keluarga menyatakan bahwa polisi menyerahkan surat pernyataan menolak autopsi atas nama keluarga, untuk ditandatangani oleh pihak keluarga korban;
8. Pihak Kepolisian maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Bima tidak lakukan permintaan maaf, belasungkawa ataupun itikad baik lainnya. Bupati Bima justru merayakan dengan menyatakan Pilkades aman tanpa rasa prihatin terhadap keluarga korban Muardin;
9. Pada tanggal 22 Juli 2022 pihak keluarga mengadukan tentang peristiwa tersebut kepada PBH LPW NTB dan meminta untuk di dampingi kasusnya;
10. Pada tanggal 26 Juli 2022 PBH LPW NTB mendampingi keluarga korban dalam kasus Pilkades Ricuh sebagaimana Surat Kuasa Khusus No. 06/SKK/PBH-LPWNTB/VII/2022, tertanggal 26 Juli 2022;
11. PBH LPW NTB mendorong autopsi korban melalui pemberitaan semenjak tanggal 17 Juli 2022;
12. Pada tanggal 23 Juli 2022, keluarga korban dan masyarakat melakukan aksi blokade jalan lintas Bima-Wera, tepatnya di Dusun Soncolumba, Desa Rite, Kec. Ambalawi, Kab. Bima, sebagai bentuk protes lambannya proses hukum dan belum dilakukannya autopsi;
13. Dari hasil perkembangan Laporan/Pengaduan tersebut Polres Bima Kota melakukan penyelidikan dan untuk keperluan penyelidikan Polres Bima Kota melakukan autopsi terhadap korban;
14. Berdasarkan keterangan pihak keluarga yang dikonfirmasi oleh penyidik melalui via telepon tanpa menggunakan surat secara resmi untuk mendengarkan keterangan hasil autopsi pada tanggal 6 Agustus 2022 di Polres Bima Kota. Dari keterangan pihak keluarga atas nama Nanang Suhendra, bahwa pihak terkait tidak mengijinkan hasil autopsi di pegang bahkan di foto oleh pihak keluarga;
15. Dari hasil autopsi ditemukan korban meninggal karena terkena benda tumpul. Polisi tidak melakukan publikasi atau klasifikasi secara terbuka untuk memastikan penyebab kematian korban Muardin;
16. Pada tanggal 8 Agustus PBH LPW NTB membentuk tim pencari fakta untuk mendalami kasus Pilkades Ricuh;
17. Pada tanggal 7 Oktober tim PBH LPW mendatangi Polres Bima Kota untuk kordinasi perkembangan perkara;
18. Berdasarkan permintaan tim PBH LPW NTB keluar SP2HP Nomor: B/838.a/X/2022/Reskrim;
19. Berdasarkan informasi yang diterima oleh tim PBH LPW NTB dari penyidik, bahwa telah diperiksa setidak-tidaknya 40 orang saksi terkait kasus kematian Muardin.
20. Hasil pendalaman fakta tim PBH LPW pada tanggal 21 Oktober 2022, menemukan ada keterangan terbaru dari salah satu saksi yang tidak disampaikan pada saat BAP di Polres Bima Kota;
21. Berdasarkan keterangan dari salah satu saksi bahwa pada saat di lakukan BAP, saksi tersebut mendapatkan tekanan bentuk bentakan ataupun intimidasi dari pihak penyidik Polres Bima Kota;
22. Bahwa ada korban lain yang mengalami luka di bagian punggung akibat terkena tabung gas air mata;
23. Berdasarkan keterangan saksi hasil pendalaman tim PBH LPW NTB, korban Muardin sempat memberikan isyarat adanya penembakan;
24. Pada tanggal 2 November 2022 tim PBH LPW NTB melakukan kajian dengan tema “Ironi Polisi: Jejak Kasus Kematian Pilkades Ricuh,” dari kajian tersebut menghasilkan kesepakatan pendampingan dan advokasi lebih lanjut, yaitu terbentuknya Koalisi Melawan Kekerasan, Pelanggaran Ham Dan Reformasi Kepolisian (Kompak) beranggotakan paguyuban se-Kab. Bima, organisasi mahasiswa dan masyarakat di wilayah pulau Lombok, dilakukan aksi demonstrasi hingga 3 (tiga) jilid, petisi online hingga bersurat kepada Komnas HAM;
25. Pada tanggal 31 Desember 2022 tim PBH LPW NTB, merilis “Catatan Hitam Kapolda NTB”, berisi tentang Kumpulan tulisan dan catatan proses pendamping kasus “Muardin”;
26. Pada Tahun 2023, LPW NTB terus melakukan upaya advokasi, merilis berbagai publikasi media, dan mengirim surat untuk meminta informasi perkembangan kasus. Hasilnya, pada surat tertanggal 10 April 2023, Polres Bima Kota menyatakan, masih kesulitan menemukan tersangka;
27. Pada beberapa kali waktu di bulan Oktober hingga November 2023, keluarga korban yang diwakili oleh anak almarhum dan LPW NTB kembali membahas kasus, dan anak korban kembali berharap ada kejelasan kematian almarhum Muardin dan mendapatkan keadilan atas peristiwa yang terjadi;
28. Pada tanggal 31 Desember 2023, LPW NTB kembali menyoroti kasus “Muardin” dalam agenda Mimbar Keadilan: Seri Refleksi Penegakkan Hukum Tahun 2023, dengan topik khusus “Catatan Hitam dan Arah Reformasi Peradilan”, total 7 (tujuh) pembicara memberikan catatan dan evaluasi peradilan pidana dan secara khusus Kepolisian;
29. Berdasarkan catatan dan rekomendasi dari agenda tersebut, LPW NTB dan jaringan masyarakat sipil, akan kembali menuntut kepada Polda NTB untuk menyelesaikan kasus, hingga terang benderang, dan korban beserta keluarga mendapatkan keadilan.
Dari rangkaian tahapan proses penegakan hukum yang bergulir dari tahun 2022, 2023 hingga memasuki tahun 2024, meninggalkan kekecawaan bagi keluarga korban. Masyarakat pun dibungkam, taka da yang berani bersuara. Kesedihan terus terpancar, yang tersisa hanyalah harapan keluarga kepada keberpihakan manusia lain dan alam semesta untuk menggerakan hati Polisi.
Gerak-gerik Polisi yang demikian, tentu mengkhianati Kontitusi, UUD NRI 1945, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) maupun mengabaikan keberadaan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kepolisian merupakan instrumen Negara, wujud perlindungan bagi warga negara atas Kemerdekaan Indonesia, yang telah digariskan oleh Konstitusi dan diatur dalam UU Polri, memiliki kewajiban melindungi masyarakat, menegakkan hukum dan mengayomi masyarakat dalam rangka menjunjung tinggi hak asasi manusia. Untuk menjaga hati nurani Kepolisian, juga sudah jelas tercantum pada Peraturan Kapolri tentang Kode Etik Kepolisian guna menjamin perilaku dan cara gerak Kepolisian.
Dengan adanya berbagai peragkat peraturan itu, Negara memberikan kepercayaan kepada Kepolisian memperjuangkan Hak Asasi Manusia dan akses keadilan untuk masyarakat, bukannya melanggar hak asasi manusia dan menghalang-halangi proses penyidikan untuk menutup fakta.
Keluarga maupun masyarakat, berharap cara-cara Kepolisian menggunakan saluran peradilan pidana tidak sewenang-wenang, yang semakin menambah krisis kepercayaan publik. Kepolisian harus tampil sebagai pelayan masyarakat dan penjaga benteng kemanusiaan.
Untuk itu, sebagai bagian reformasi dan mengembalikan wibawa Kepolisian serta keyakinan akan kekuatannya dalam bagian penting mewujudkan tujuan negara, maka anggota Polisi yang terlibat merusak institusi dan masih menyimpan benih-benih arogansi dan brutalisme, harus disingkirkan dari tubuh Kepolisian.
Berdasarkan uraian pikiran dan catatan tersebut, LPW NTB mendesak:
1. Usut tuntas pelanggaran hak asasi manusia atas penembakan gas air mata oleh anggota Kepolisian yang mengakibatkan korban Muardin meninggal dunia;
2. Pembentukan tim independen pencari fakta dan Mabes Polri mengambil alih kasus untuk memberikan jaminan penyidikan dilakukan secara transparan dan seimbang;
3. Melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan Kepolisian dan seluruh anggota yang terlibat;
4. Penyidikan yang transparan dan mengungkap fakta secara terang benderang, menggali dan menghubungkan fakta-fakta hukum yang mengarah pada perbuatan pelaku, yaitu: saksi dan luka pada kepala korban Muardin yang hasil autopsinya belum dipublikasikan;
5. Akhiri intimidasi terhadap masyarakat, saksi-saksi, pengaburan fakta hukum ataupun upaya menghalang-halangi pengungkapan kebenaran fakta;
6. Proses pidana dan sanksi etik pimpinan maupun seluruh anggota Kepolisian yang terlibat pengamanan Pilkades ricuh, termasuk yang melakukan intimidasi terhadap masyarakat, saksi-saksi, pengaburan fakta hukum ataupun upaya menghalang-halangi pengungkapan fakta hukum;
7. Tanggungjawab Polda NTB, Pemda Kab. Bima dan Pemda Prov. NTB atas meninggalnya korban Muardin dan kegagalan pengamanan Pilkades;
8. Kepolisian dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bima meminta maaf secara terbuka dan menunjukan itikad baik kepada keluarga korban dan masyarakat;
9. Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Keadilan untuk Semesta.
Siaran Pers ini dirilis oleh Lembaga Pengembangan Wilayah NTB dengan Nomor: 01/S-Prs/LPW-NTB/I/2024, Mataram, 4 Januari 2024, ditanda tangani oleh Direktur LPW NTB, Taufan, S.H.,M.H. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi : Satria Tesa, S.H, Tim Advokasi dan Advokat Publik LPW NTB, . Kontak : 082339260643