Pernyataan Sikap: Akhiri Kisruh Pupuk Subsidi dan Tindakan Represif Aparat Terhadap Petani
Pada 18 November 2021 ribuan petani Bima melakukan aksi demonstrasi di Kantor Bupati Bima. Ribuan petani mempersoalkan anjoknya harga komoditas bawang merah, mahal dan langkanya pupuk subsidi serta tingginya harga herbisida dan pestisida. Ribuan massa itu sampai mengepung Kantor Bupati hingga memaksa Bupati Bicara menemui massa dan mendorong Gubernur NTB untuk melakukan komunikasi dan koordinasi terhadap Pemerintah Pusat untuk menemukan solusi menyelamatkan petani imbas anjloknya harga komoditas bawang merah. Sejak saat itu, kerap kali terjadi aksi demonstrasi dari masyarakat Bima dari berbagai elemen masyarakat membawa isu yang sama.Aksi demonstrasi berubah menjadi kisruh ketika masyarakat Bima melakukan aksi pemblokiran jalan negara yang bahkan disertai penjarahan pupuk. Seperti yang terjadi di Kecamatan Bolo, pada hari Jumat dan Sabtu 3-4 Desember 2021. Ratusan masyarakat Bolo melakukan aksi pemblokiran jalan negara Lintas Bima-Sumbawa menyoal kemahalan harga pupuk subsidi dan kelangkaan pupuk. Aksi itu berlangsung alot selama dua hari berturut-turut sampai terjadi bentrok antara Kepolisian dan masyarakat yang menyebabkan seorang Petani terkena serpihan peluru karet (berdasarkan keterangan Polres Bima) hingga petani berumur 22 tahun dirawat itensif di RSUD Bima. Namun pemblokiran jalan tersebut, tetap dilakukan masyarakat hingga malam yang membuat kemacetan yang sangat panjang.
Problem pupuk subsidi menjadi problem yang terjadi setiap tahun. Mulai Hj. Indah Dhamayanti Putri dan Dahlan M. Noer dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati (Bima Ramah jilid I) sampai hari ini (Bima Ramah jilid II) problem pupuk tidak mendapatkan penyelesaian. Setiap tahun itu pula masyarakat keluhkan, menyelenggarakan aksi demonstrasi, memblokir jalan hingga menjarah pupuk sebagai protes terhadap rendahnya political will Pemerintah dan Political Will Kepolisian NTB dalam menghadirkan solusi. Bahkan ironisnya, berbagai protes masyarakat malah berujung pada bentrokan dan tindakan represif dari aparat Kepolisian di NTB. “Nampak masyarakat berpikir hanya pada jalan raya, mereka mengadukan nasib yang menyandera mereka selama bertahun-tahun”. Dimasyarakat petani merasakan praktik distribusi pupuk subsidi yang menabrak Harga Eceran Tertinggi (HET), tidak melalui Nota Pembayaran transaksinya dan merasa pupuk langka (meski setiap tahun Pemerintah bicara pupuk tidak pernah langkah). Bagaimana tidak, satu zak pupuk subsidi berdasarkan Permentan Nomor 49 Tahun 2020 itu harganya Rp. 112.500 ribu, sementara dimasyarakat rata-rata Petani membeli pupuk dengan harga antara 130.000 hingga 135.000 ribu per zak.
Berdasarkan data yang kami himpun, terindikasi praktik itu terjadi pada 8 (delapan) kecamatan dengan temuan ketiadaan kwitansi antara transaksi petani dengan pengecer. Ada pula dugaan praktik tersebut terjadi pada 18 Kecamatan dan 191 Desa di Kabupaten Bima. Gencarnya aksi protes terkait pupuk, dapat dipicu oleh ketidakpatuhan distributor dan pengecer pada prinsip 6 Tepat sebagaimana ketentuan Permendag Nomor 15 Tahun 2013. Prinsip 6 Tepat itu adalah; tepat jenis, mutu, waktu, harga dan sasaran.
Dugaan penyimpangan pupuk subsidi bahkan nampak menjadi atensi Polda NTB. Dirreskrimsus Polda NTB menyatakan bahwa Polda mendengar kabar praktik penjualan pupuk tidak sesuai HET dan praktik penjualan pupuk paket yang menjerit Petani. Bahkan Dirreskrimsus mengaku dimedia massa akan serius menyangkut urusan petani dan memeriksa para pihak terkait. Hal itu diucapkan pada tanggal 20 Januari 2020, sampai tanggal 4 Desember 2021, siapa saja yang sudah diperiksa dan bagaimana hasilnya?
Menurut Pemkab Bima (HumasPro Kabupaten Bima) bahwa alokasi pupuk subsidi untuk Kabupaten Bima jenis urea adalah 35.580 ton. Dari data tersebut sistem distribusinya diduga menabrak HET dan prinsip 6 Tepat. Hanya karena asumsi inilah, kisruh pupuk menjelma menjadi instabilitas daerah. Merujuk tujuan bernegara dan tujuan berdemokrasi, kami melihat Pemkab Bima dan Kepolisian Daerah NTB tidak bisa memberikan perlindungan hukum terhadap petani yang membuat petani berupaya menemukan keadilan di jalan raya. Berdasarkan hal ini kami menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Bima dan Pemerintah Daerah Provinsi NTB untuk bersinergi dalam mengawasi penyaluran pupuk subsidi;
- Mencabut izin usaha distributor dan pengecer pupuk yang diduga menjadi mafia pupuk subsidi;
- Membenahi data-data Petani dan mengupayakan peningkatan kuota pupuk subsidi;
- Mendesak Kapolda NTB untuk mengatensi dan mengusut tuntas mafia pupuk;
- Mendesak Kapolda NTB mencopot Dirreskrimsus Polda NTB dan Kapolres Bima yang diduga membiarkan praktik penyimpangan pupuk;
- Mengedepankan pendekatan yang manusiawi dalam mengawal aksi demonstrasi;
- Menghentikan jalan represif terhadap gerakan rakyat;
- Mengimbau pada masyarakat untuk menghentikan pemblokiran jalan yang dikhawatirkan menganggu stabilitas daerah dan menganggu kepentingan umum.
Mataram, 4 Desember 2021
Direktur LPW NTB
Taufan, S.H.,M.H
Pernyataan Sikap ini dirilis oleh Lembaga Pengembangan Wilayah NTB dengan Nomor: 01/S-Prs/LPW-NTB/XII/2021, Mataram, 4 Desember 2021, Direktur LPW NTB, Taufan,S.H.,M.H, distempel dan ditandatangani. Untuk informasi lebih lanjut, narahubung: Adhar, S.H.,M.H (085337910890), Safran, S.H.,M.H (087712608209), Satria Tesa, S.H (085337484176)