Peringati Kemerdekaan, LPW NTB gelar lomba dan edukasi zero waste
BERITA LPW – Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-77 dan terus memacu gerakan Pembangunan Berkelanjutan, Lembaga Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Barat (LPW NTB) menyelenggarakan Lomba dan Edukasi Zero Waste, pada Sabtu hinga Minggu, 13 – 14 Agustus 2022 di secretariat LPW Library Ruang Literasi, Terong Tawah, Labuapi, Lombok Barat.
Kegiatan dengan tema “Semarak Kemerdekaan: Literasi Bangkit, Indonesia Berkelanjutan” itu, mengadakan lomba lomba mewarnai, menggambar, unjuk bakat, fun games dan edukasi zero waste. Unjuk bakat, menyasar pembaacaan ayat pendek, baca puisi, pantun, dongeng/ bercerita, lagu anal dan memainkan alat musik.
Taufan, selaku Direktur LPW NTB menyatakan bahwa lomba dan edukasi zero waste bermaksud menyediakan ruang positif, mengasah kemampuan dan bakat anak, serta sebagai upaya advokasi untuk mendorong peningkatan peran integrasi seluruh stakeholder lingkup regional, mulai orangtua, lingkungan masyarakat, sekolah, pemerintah desa, pemda kab/kota hinga pemda provinsi.
“Gagasan yang ingin didorong adalah meningkatkan bentuk pengembangan wilayah berbasis pembangunan berkelanjutan dengan dimensi pembangunan sumber daya manusia, ekonomi, sosial dan perlindungan lingkungan hidup”, jelasnya.
Untuk itu, menurutnya pada momen hari kemerdekaan ke-77, sebagai upaya mengadvokasi aspek penguatan SDM dalam perlindungan anak melalui kegiatan membangkitkan spirit kemerdekaan dalam meningkatkan literasi dan pengetahuan perlindungan hidup untuk mewujudkan tujuan nasional.
Pada kegiatan ini, sekaligus mendorong unit LPW Library “Ruang Literasi” yang dibentuk April tahun lalu, sebagai instrumen penggerak dan advokasi pembangunan sumber daya manusia, pendidikan dan literasi.
“LPW Library bukan hanya sebuah perpustakaan tempat baca, tetapi memiliki fungsi edukatif, preventif dan advokatif”, terangnya.
Dalam kegiatan ini didukung juga kelembagaan lain, Perpustakaan Keliling Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi NTB, Satgas Zero Waste Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB, Relawan Sahabat Anak, InSPIRASI NTB, Forum Komunikasi Mahasiswa Hukum Bima FH Unram, Ikatan Mahasiswa Ambalawi Mataram, serta Relawan Gerakan Berbagi Harapan.
Menurut Taufan, kolaborasi adalah bentuk pembangunan berkelanjutan itu sendiri. “Kita tidak bisa melakukannya sendiri, maka harus saling kolaborasi, itu juga amanat dari sustainable development goals”, tuturnya.
LPW Library adalah sebuah identitas dan titik pusat gerakan, sedangkan “Ruang Literasi” diharapkan dapat tumbuh disetiap tempat, dimanapun, sehingga dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat, terutama anak-anak, dengan prioritas wilayah desa, terutama yang masih minim dan tertinggal.
Taufan mengungkapkan ada berbagai pertimbangan mendasar lahirnya gerakan literasi, Ruang Literasi dan LPW Library. Pertama, memperhatikan kondisi pendidikan, literasi dan IPM beberapa wilayah. Kedua, kondisi perlindungan anak di NTB. Ketiga, kondisi sosial di NTB, yang juga dipengaruhi oleh berbagai hal, terutama arus globalisasi dan teknologi.
Di samping itu, menurut Taufan, Ruang Literasi dimaksudkan juga menyampaikan pesan kepada seluruh masyarakat untuk terlibat dalam perlindungan anak dan menciptkan banyak ruang positif untuk tumbuh kembang.
“Kita perlu memberikan banyak pilihan positif kepada anak-anak kita. Setidak-tidaknya kita menjaga mimpi mereka, memberikan sebanyak mungkin bayangan dan mimpi masa depan, dan memastikan mereka tumbuh dengan penuh kebahagian yang bermakna, karena kebahagiaan juga diwariskan, ketika anak cenderung mengalami pengalaman buruk maka itu juga dapat memberikan pengaruh terhadap perilakunya kelak”, terangnya.
Tempat yang dipilih sekaligus sebagai sekretariat LPW Library yaitu terletak di Perumahan Terong Tawah Regency, dengan bermaksud untuk membangun gerakan yang lebih besar di NTB.
“Dengan pemilihan lokasi di perumahan, harapannya juga menular di lokasi lain, karena perumahan semakin menjamur, setidaknya developer perumahan tidak hanya memiliki pikiran untuk membangun hunian warga, tetapi juga memiliki pikiran untuk bersama-sama membangun sumber daya manusia melalui gerakan literasi”, ungkapnya.
Menurut Taufan, UU Perumahan dan Permukiman telah mengatur kewajiban pengembangan perumahan membanguna sarana, prasarana dan utilitas umum, melalui Kementerian PUPR juga telah menggariskan jenis-jenis yang harus dibangun.
“Perpustakaan yang dikombinasi dengan tempat bermain anak dapat menjadi pilihan tepat untuk mengembangkan pusat edukasi anak di lokasi perumahan”.
Di samping itu, Taufan juga berharap keinginan pemerintah desa untuk berpartisipasi aktif dengan memberikan dukungan penguatan struktur dan kelembagaan.
Untuk pengembangannya ke depan, Taufan mengakui juga banyak hal yang akan terus diupayakan dengan terus memantau tantangan dan capaian. Salah satunya, Taufan menyinggung perpustakaan dapat menjadi pusat gerakan masyarakat.
“Tidak hanya untuk baca saja, tapi dapat berfungsi sebagai penghubung ekonomi dan sosial masyarakat”, katanya
Untuk itu, Taufan menerangkan juga bahwa di dalam tubuh LPW Library “Ruang Literasi”, menyasar integrasi sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. Harapannya dengan gerakan tiga pilar itu mampu mengatasi tantangan kehidupan bernegara demi mencapai tujuan nasional.
“Tantangan sosial misalnya kemiskinan, pengangguran, penyimpangan perilaku anak, konflik sampai dengan kriminalitas, dengan adanya perpustakaan integrasi yang mampu dioptimalkan dapat menjadi instrumen utama pencegahan, edukasi maupun penguatan karakter”, bebernya.
Sedangkan fungsi ekonomi, Taufan menyatakann bahwa perpustakaan dapat memberikan edukasi ekonomi kreatif, maupun pengembangan UMKM, melalui penguatan garis hubung dengan desa maupun BUMDes.
“Fungsi lingkungan hidup yang perlu ditingkatkan di perpustakaan adalah edukasi perlindungan dan pengelolaan, dengan melihat kondisi kita, dapat dimulai dengan edukasi kelola sampah dan perlindungan hutan, dengan konsep pembangunan berkelanjutan maka fungsi lingkungan hidup ini harus dihubungkan dengan semua aktifitas perpustakaan”, terangnya.
Taufan berharap, dengan gerak tiga pilar utama itu pula, perpustakaan dapat menjadi laboratorium pendidikan, dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, karena selama ini cenderung bergerak sendiri-sendiri.
“Pola pikir terhadap perpustakaan perlu kita rekonstruksi, perpustakaan harus mampu menjalankan fungsi integrasi, dengan melihat kondisi wilayah perkotaan dan pedesaan, kami pikir itu bisa dikembangkan menjadi menjadi semacam pusat kreatifitas maupun inovasi, setidak-tidaknya itu yang sedang kami upayakan ke depan”, tutupnya.
Laporan: Satria Tesa, S.H
Dokumentasi video dan foto: