Penyebab kematian korban Pilkades Ricuh di Bima belum terungkap, keluarga desak Polisi lakukan autopsi

0Shares

PBH LPW NTB – Keluarga korban meninggal akibat kerusuhan Pilkades serentak di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), mendesak Kepolisian untuk segera mengusut penyebab kematian Muhardin (51).

“Kami sudah memasukan laporan dan berharap ada polisi mencari penyebab kematian, namun sampai hari ini polisi hanya memanggil saksi-saksi, padahal waktu kejadian banyak polisi, tidak ada upaya autopsi dengan menggali kuburan”, kata anak korban Muhardin, Nanang Suhendra (31) pada tim PBH LPW NTB Kamis (14/7/2022).

Nanang juga mengungkapkan kejanggalan dari peristiwa yang merenggut nyawa ayahnya. Ia meyakini korban meninggal bukan karena terkena lemparan batu.

“Pada waktu kejadian kacau, polisi dimana-mana, batu datang dari berbagai arah dan disertai suara tembakan polisi, anehnya di keterangan kami, tidak dimunculkan adanya suara tembakan, dari awal sudah diarahkan kalo korban terkena batu”, ungkapnya.

Ia juga belum bisa pastikan apakah ayahnya terkena batu atau peluru, hal itulah yang membuatnya masih merasa terganjal dan meminta polisi untuk menelusurinya.

Ia mengatakan polisi juga belum menyampaikan penyebab luka yang mengenai kepala ayahnya, karena tidak ada upaya autopsi setelah meninggal.

“waktu itu mau dibawa ke Mataram, tapi tidak sempat akhirnya tidak jadi autopsi, karena katanya harus menunggu tiga hari”, tuturnya.

Nanang mengungkapkan juga keanehan saat didatangi seorang oknum polisi dari Polsek Ambalawi dengan membawa surat penyataan menolak untuk dilakukan autopsi.

“Tapi yang membuat saya heran, ada polisi dari Polsek Ambalawi yang membawa pernyataan sikap atas nama saya, isi pernyataan tersebut bahwa keluarga korban menolak untuk dilakukan otopsi,” ungkapnya.

Dari isi surat itu, Nanang mengaku tidak tahu apa-apa dan tidak pernah membuat surat pernyataan tersebut. Namun tiba-tiba saja didatangi dan disuruh untuk tanda tangan,

“Saya pun bertanya, kenapa saya harus tanda tangan pernyataan sikap atas nama saya, tapi mereka yang menulisnya (membuatnya), sudah lengkap ada materainya. Tapi polisi menjawab itu untuk sementara, ketika nanti mau diotopsi lagi, dibuatkan lagi,” ucapnya.

Nanang mengungkapkan pihak keluarga meminta keadilan atas kasus kematian ayahnya tersebut dengan mengharapkan kerja profesional dari pihak kepolisian yang menanganinya.

“Harapan besar kami sebagai pihak keluarga, kami meminta kejelasan. Karena saat kejadian, polisi tidak hanya satu dua orang, tapi sangat banyak. Kejadian itu di depan mata polisi. Kami meminta keadilan, walaupun mati tidak bisa kita hindari, tapi penyebabnya inilah yang tidak bisa kami biarkan begitu saja,” ujar Nanang.

Untuk menuntaskan kasus dan kebutuhan proses penyelidikan, keluarga bersedia ketika diminta persetujuan untuk dilakukan autopsi meskipun dengan membongkar kembali makam korban.

“Kami akan siap ketika dibutuhkan oleh polisi dalam mengungkap kematian ayah kami seperti otopsi. Kalaupun nanti dibutuhkan, meskipun makamnya dibongkar kembali, kami siap lakukan dan setujui,” tegasnya.

Untuk itu, Nanang pun berharap untuk didampingi oleh tim PBH LPW NTB untuk mengawal dan mendampingi kasus tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Us

Follow us on Facebook Subscribe us on Youtube Contact us on WhatsApp