InspirasiULASAN

Peluang Peningkatan Ekonomi Melalui Pendidikan Nonformal di Desa

0Shares

Kemampuan manusia untuk bisa bertahan hidup dan meningkatkan kehidupannya, pada hakekatnya diperjuangkan melalui pendidikan, yang fokus utamanya adalah kegiatan belajar, yaitu belajar mempertahankan dan meningkatkan mutu kehidupan serta penghidupannya. Dalam kaitannya dengan hakekat tersebut maka pendidikan berlangsung sepanjang hayat, yang diwujudkan dalam pendidikan formal, nonformal, dan informal.

Masyarakat yang memiliki kekurangan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, khususnya pengetahuan dan keterampilan kerwirausahaan memiliki penanganan khusus guna meningkatkan kualitas hidup. Pada masyarakat pedesaan, pendidikan masyarakat masih tergolong rendah sehingga perlu peran aktif Pemerintah Daerah dan peran Pemerintah Desa dalam mempercepat peningkatan pendidikan masyarakat. Baik pendidikan formal maupun nonformal.

Pendidikan formal dan pendidikan nonformal harus berjalan seiring dan saling mengisi. Tidak akan ditemukan dalam kehidupan nyata seseorang dapat mengembangkan mutu kehidupannya semata-mata hanya mengandalkan pendidikan formal saja, tanpa memanfaatkan akses pendidikan nonformal, dan bahkan pendidikan informal.

Pendidikan diselenggarakan secara demokratis; setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan pendidikan, oleh karena itu perluasan akses pendidikan mutlak diperlukan, baik melalui jalur formal maupun nonformal. Hal ini mengandung makna bahwa anggota masyarakat harus memperoleh layanan pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

Anggota masyarakat yang berada di kota, desa, daerah terpencil, masyarakat adat, bahkan masyarakat dari berbagai segmen (anak-anak usia sekolah, remaja, dewasa) yang kurang beruntung dalam memperoleh kesempatan menempuh pendidikan formal, yang disebabkan karena berbagai faktor, perlu memperoleh layanan pendidikan melalui jalur pendidikan nonformal. Berkaitan dengan itu, pemerintah telah menetapkan kebijakan, strategi, dan program-program jangka menengah, untuk menuju pencapaian insan Indonesia yang cerdas dan kompetetif. Kebijakan yang digariskan adalah: perluasan dan pemerataan akses pendidikan; peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.
(Depdiknas, 2005: 47).

Perluasan dan pemerataan akses pendidikan itu mencakup perluasan dan pemerataan akses pendidikan di jalur pendidikan nonformal. Menurut Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 26 ayat (3), program-program pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Program-program pendidikan nonformal tersebut di atas, tidak hanya dilaksanakan oleh instansi pendidikan saja, akan tetapi dilaksanakan juga oleh dinas-dinas lain, seperti dinas kesehatan, dinas pertanian, dan dinas perindustrian dan perdagangan dalam bentuk pelatihan kerja. Warga masyarakat yang memperoleh layanan melalui program-program pendidikan nonformal tersebut, khususnya program pelatihan kerja, juga tidak hanya warga masyarakat kota, akan tetapi termasuk warga masyarakat desa.

Pelatihan kerja yang diberikan kepada masyarakat di pedesaan khususnya, akan berdampak pada meningkatnya ketrampilan mereka khususnya ketramilan kerja, dengan meningkatnya ketrampilan maka kemampuan melaksanakan pekerjanyapun akan meningkat, peningkatan ketrampilan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut diharapkan berdampak pada kemampuan untuk mengoftimalkan pengelolaan potensi lokal sebagai sumber matapencaharian.

Berdasarkan data BPS, misalnya pada umunya masyarakat NTB, mempunyai mata pencaharian yang bergantung pada alam dan lingkunganya dimana mereka tingal, oleh karena itu upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan potensi lokal melalui pelatihan ketrampilan kerja merupakan cara yang tepat dalam meningkatan pendapatan mereka. Dalam sekala nasional, apabila masyarakat di pedesaan tidak dikembangkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilannya, dikhawatirkan berdampak pada lemahnya ekonomi di pedesaan yang mengakibatkan terpuruknya ekonomi masyarakat yang bukan hanya terjadi di pedesaan, melainkan juga di perkotaan bahkan masyarakat bangsa Indonesia, sehingga sangat rentan terhadap kemiskinan (Siagian, 2003:2).

Sujana (2001: 203-204) mengemukakan bahwa dalam mengembangkan masyarakat, pendidikan nonformal dapat berperan dalam tiga hal. Pertama, menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya upaya mereka untuk membebaskan diri dari kebodohan, imbalan atau upah kerja rendah, dan ketidakadilan dalam masyarakat. Kedua, membantu masyarakat untuk bisa hidup berorganisasi sehingga secara bersama dapat mempelajari keadaan kehidupannya serta menjajagi kesempatan yang berkaitan dengan pekerjaan, lapangan usaha, dan kemudahan yang dapat diperolh seperti permodalan, bahan, alat yang dibutuhkan, dan pemasaran, serta informasi yang diperlukan. Ketiga, para pendidik dan tutor bekerja bersama dengan organisasi masyarakat dalam upaya mengidentifikasi kebutuhan dan mendayagunakan prasarana sosial, politik, dan lingkungan masyarakat untuk membantu masyarakat agar mereka mampu memecahkan masalah sosial ekonomi yang dihadapinya.

Pendidikan nonformal dengan berbagai program pembelajarannya mempunyai peluang yang lebih besar dalam memecahkan persoalan kehidupan masyarakat pedesaan secara terkonsentrasi, fleksibel, serta bervariasi. Selain itu pendidikan nonformal memberi peluang kepada penyelenggara pendidikan baik pemerintah, badan, kelompok, maupun perorangan, untuk memilih, dan menetapkan, serta melaksanakan program-program yang relevan dengan persoalan dan kebutuhan yang berkembang dimasyarakat, sehingga peningkatkan mutu kehidupan keluarga dan masyarakat mudah dicapai.

Efendi (1993:201-202) mengemukakan bahwa pada dasarnya kemiskinan disebabkan oleh tiga hal yang saling berkaitan. Pertama; keterbatasan modal dan sumber daya untuk kesejahteraan, misalnya tidak memiliki lahan yang memadai atau tidak memiliki pekerjaan tetap sebagai sumber ekonomi. Kedua; Hambatan struktural yang berasal dari diri sendiri dan lingkungan seperti pendidikan terbatas, derajat kesehatan rendah, tidak memiliki ketrampilan, kebijakan pemerintah dan lain-lain. Ketiga; Hambatan-hambatan sosial budaya yang menyebabkan seseorang tidak bisa memanfaatkan kesempatan dan peluang yang tersedia, seperti tradisi, diskriminasi, marjinalisasi dan lain-lain. Artinya untuk memutus lingkaran dan kompleksitas kemiskinan diperlukan pendidikan yang berkualitas, relevan, menyeluruh, berkelanjutan, dan terpadu.

Pendidikan kewirausahan merupakan salah satu jenis pendidikan yang tepat untuk membantu memecahkan kesulitan ekonomi masyarakat di pedesaan, dan dapat dilaksanakan melalui kegiatan pelatihan. Di Indonesia kewirausahaan telah menjadi mata pelajaran di beberapa sekolah dan atau lembaga pendidikan formal lainnya. Dalam Pendidikan Luar Sekolah (PLS), pendidikan kewirausahaan dapat terjadi melalui dua cara. Pertama; Pendidikan kewirausahaan merupakan program tersendiri seperti pelatihan, kelompok belajar usaha, magang, kelompok pemuda produktif, kursus, dan satuan belajar sejenis lainnya. Kedua; Mengintegrasikan pembelajaran kewirausahaan kedalam kurikulum atau rencana belajar yang bertujuan; (1) agar warga belajar mampu hidup mandiri dan memiliki ketrampilan yang dapat dipergunakan sebagai sumber mata pencaharian, (2) memiliki bekal ketrampilan untuk hidup lebih produktif, dan (3) mampu membuka usaha sendiri sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan keluarga (Sujana, 2001:130).

Pelatihan kerja yang mengintegrasikan kewirausahaan dalam kurikulum pembelajarannya, dapat dilaksanakan melalui pendidikan berkelanjutan yang dikhususkan bagi orang-orang dewasa, yaitu dapat mengoptimalkan metode pendampingan mulai dari pemetaan sumber daya manusia dan sumber daya alam, pembentukan kelompok atau penguatan kelompok dan memberikan pembimbingan. Metode pendampingan dengan pendekatan pendidikan nonformal dapat melibatkan pihak ketiga, lembaga kemasyarakatan ataupun pengajuan corporate social responsiblity atau melalui skema kemitraan lainnya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan.

Program tersebut merupakan kesempatan bagi orang dewasa untuk mempelajari kewirausahaan secara khusus terutama bagi mereka yang sudah memiliki kemampuan baca tulis hitung dan merasa memerlukannya. Keterampilanan berwirausaha akan menjadi alat untuk meningkatkan pendapatan dan menciptakan lapangan kerja, oleh karena itu keterampilan tersebut baik apabila diberikan (diajarkan) kepada masyarakat di pedesaan dalam upaya pemberdayaan.

*Tim Kajian dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan LPW NTB

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Us

Follow us on Facebook Subscribe us on Youtube Contact us on WhatsApp