BeritaKegiatan

Merajut Komunitas Lokal Wujudkan SDGs

0Shares

Lembaga Pengembangan Wilayah NTB (LPW NTB) kembali menggelar diskusi untuk mendorong pelaksanaan tujuan pembangungan berkelanjutan di Indonesia. Kegiatan diskusi dengan model ngobrol pintar ini mengambil tema “Sinergi SDGs: Merajut Kekuatan Komunitas Lokal Untuk Perlindungan Lingkungan Hidup”, dilaksanakan pada Selasa (28/6) melalui aplikasi Zoom.

Pembicara pada kesempatan ini, LPW NTB kembali mengundang Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram, Dr. Muh. Risnain, S.H, M.H dan Abdul Haris, S.Pt selaku District Coordinator YAPPIKA-ActionAid dan Konsultant ECED Frontline World Bank South Asia.

Kegiatan diiukuti oleh sebanyak 30 peserta dari unsur perwakilan 10 kabupaten/kota di seluruh NTB, dosen, praktisi, aktivis, mahasiswa dan masyarakat umum.

Direktur LPW NTB, Taufan, menyatakan bahwa diskusi sebagai tindak lanjut dari berbagai kondisi serta intervensi yang dilakukan oleh LPW NTB.

Isu utama yang disampaikan adalah terkait kerusakan alam yang menampakan diri dari berbagai sisi. Banjir, tanah longsor, kekeringan, sampai rapuhnya kesehatan masyarakat.

Pembangunan berkelanjutan, dikukuhkan menjadi kerangka pembangunan semenjak tahun 2016. Ditetapkan 17 SDGs (Sustainable Development Goals), pedoman kebijakan segala bidang, untuk menata ulang pikiran yang merenggut kehidupan alam.

COVID-19, yang melanda dunia dipenghujung 2019, membawa kekalutan, ditambah desas desus kehadiran varian baru Corona, masyarakat dituntut beradaptasi, bangkit, memulihkan ekosistem, melawan wabah yang terus berevolusi.

Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni lalu, restorasi ekosistem menjadi tema sentral. LPW NTB, menggelar Diskusi Publik. Hal itu pula yang mendasari pelaksanaan diskusi lebih lanjut, atas masukan dari berbagai pihak, terutama keterlibatan komunitas lokal sebagai kekuatan yang perlu dirajut, bersama, untuk menggetarkan energi, mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Pokok pikiran yang disampaikan oleh Dr. Muh. Risnain, S.H, M.H, yaitu:

  • Komunitas dalam konstitusi yang telah diatur yaitu mengenai masyarakat adat akan tetapi komunitas lokal bukan hanya sebatas masyarakat adat saja.
  • Keberadan dari komunitas local dalam pengelolaan lingkungan hidup pun sudah diatur dalam UUD !945, da nada juga diatur daalm berbagai perundang-undangan lainnnya.
  • Masyarakat adat dan hak ulayat sudah terlebih dahulu ada sebelum keberadaan konsep-konsep yang diakui oleh masyarakat internasional mengenai lingkungan hidup. Di dalam haknya terdapat bagaimana cara masyarakat adat mengelola lingkungan hidupnya.
  • Undang-undang tentang kehutanan yang memiliki sanksi pidana, denda, administratif dirasa belum efektif dalam pencegahan ilegal loging dan distraktif fishing.
  • Maka dari itu, melalui kerarifan loka ini kita mencoba membentuk hukum adat yang ada di dalam masyarakat desa atau masyarakat adat mengenai pengelolaan kelautan dan perikanan agartidak ada lagi terjadi pengeboman dilaut dalam menagkap ikan yang dapat menyebabkan terumbu karang rusak, sehingga dibuatlah hukum oleh masyarakat adat dan hukum tersebut pun ditegakkan dan ditaati oleh mereka juga, hal ini lebih efektif daripada undang-undang nasional.
  • Komunitas lokal penting dalam membantu peran pemerintah dalam menangani kerusakan lingkungan, sebab tidak bisa hanya undang-undang nasional, aspek-aspek formal yang melakukan pengelolaan terhadap lingkungan hidup.
  • Masyarakat formal dan masyarakat non formal harus berdampingan sehingga selaras dalam penanganan mengenai dampak kerusakan terhadap lingkungan hidup, hal ini agar terciptanya lingkungan yang lebih baik lagi.

Ibrahim Jainuddin, salah peserta menyampaikan bahwa menjawab persoalan lingkungan harus ada alternative lainnya, seperti mulai membudidayakan rumput laut. Mengenai hal ini harus ada sinergi antara pemerintah dan peneliti untuk menemukan hal-hal baru agar ada yang dikembangkan oleh masyarakat yang berbasis lingkungan tanpa merusak lingkungan hidup. Untuk saat ini kontribusi lautan hanya sekitar 2% saja.

Ahmad Ankal, juga mengkritisi bahwa adanya pembabatan hutan karena adanya kebutuhan untuk masyarakat itu sendiri (urusan perut), sehingga peran pemerintah terhadap lingkungan hidup harus adanya kolaborasi dengan masyarakat atau komunitas-komunitas, serta pentingnya membuka lapangan pekerjaan.

Laporan: Asti Ananta LPW NTB

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Us

Follow us on Facebook Subscribe us on Youtube Contact us on WhatsApp