Menegakan Hukum dengan Hati Nurani
Oleh: Adhar, S.H., M.H – Ketua Pusat Bantuan Hukum LPW NTB
Hukum dibuat untuk dilaksanakan. Hukum tidak dapat sebut sebagai hukum, apabila hukum tidak pernah dilaksanakan. (Satijpto Raharjo dalam Penegakan Hukum:Suatu Tinjauan Sosilogis: 2009)
Esensi hukum hukum harus dilaksanakan bentuk dari hukum sebagai norma yang harus diwujudkan (eksistensi). Karena Hukum hanyalah sebuah norma yang tertuang dalam lembaran negara. Mungkin hanya bisa kita baca atau analisis. Namun hukum baru dapat berjalan setelah ada alat atau yang dikenal dengan penegak hukum.
Penegak hukum dalam menegakkan hukum berdasarkan norma hukum atau yang kenal dengan peraturan perundang-undangan. Penegak hukum harus tunduk pada aturan yang mengatur kewenangan masing-masing.
Dilihat dari kata dapat dimaknai penegakan merupakan proses yang lakukan oleh penegak hukum yang bertujuan wujudkan cita hukum.
Apakah cita hukum dapat dengan sendirinya diwujudkan, tentu saya jawab tidak, karena Manusia dinobatkan oleh UU sebagai penegak hukum yang dapat melaksanakannya. Polisi, Jaksa, Advokat, atau aparat penegak hukum lainnya yang dapat melaksanakan penegakan hukum tersebut.
Sebagaimana diketahui Polisi dan Jaksa merupakan penegak hukum yang dijamin oleh negara kehidupan nya. Yang secara tugas dan tanggung jawab harus tunduk dan patuh terhadap aturan negara, karena merupakan pejabat yang digaji oleh negara. Oleh sebab itu Ketika menegakkan hukum, tidak lagi melihat pada materialis sehingga harus tulus ikhlas menegakkan hukum dengan memberikan rasa keadilan ke masyarakat dengan sama rata dan sama rasa (equality before the law). Namun, terkadang antara das solen tidak sejalan dengan das sein, karena masih ada oknum tidak menjalankan cita hukum tersebut, karena hukum pidana sangat bergantung pada kedua lembaga kepolisian dan kejaksaan yang menentukan berjalannya proses hukum dengan baik sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.
Lalu bagaimana dengan pengacara yang tidak dijamin oleh negara kehidupan atau kebutuhan sehari-harinya, “tentu harus mandiri atau cari sendiri” dengan menarik bayaran dari kliennya. Status Pengacara sebagai penegak hukum yang menegakkan hukum dengan membela kepentingan kliennya dalam menjalankan proses hukum. Namun bagaimana dengan masyarakat yang tidak mampu apakah bisa mendapatkan hak-hak dalam hukum untuk didampingi dan dibela. Dalam UU No.18 tahun 2003 tentang Advokat dan lahirnya UU No.16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, masyarakat yang tidak mampu dapat memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma tanpa dipungut biaya sepeserpun dengan catatan mampu membuktikan ketidakmampuan secara ekonomi nya dengan mengambil surat keterangan tidak mampu di Desa atau kelurahan.
Menjadi pernyataan yang muncul dibenak kita, setelah masyarakat yang tidak mampu tersebut menyerahkan kepentingan hukum kepada pengacara atau kuasanya, tetap memperoleh pelayanan sama dengan yang membayar, karena diamanatkan UU No. 18 tahun 2003 pengacara disumpah untuk berlaku adil “Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan” atas sumpahnya tersebut pengacara sebagai seseorang penegak hukum yang bebas, mandiri dan bertanggungjawab secara hukum, tidak lagi ditekan oleh kepentingan pihak manapun.
Hakikatnya Pengacara merupakan profesi yang dimuliakan oleh UU harus tetap ada dipihak masyarakat ingin memperoleh keadilan dan kebenaran dalam proses hukum. Penting pengacara berada dipihak masyarakat atau yang lemah untuk memberikan keseimbangan dalam proses hukum. Karena dalam proses hukum sendiri tidak semua berjalan dengan sesuai dengan hukum acara atau kemauan UU terkadang melenceng dari hukum seharusnya. Hal ini tidak terlepas dari manusia sebagai makhluk yang hilaf dan dosa begitupun aparatur hukum, sikap subjektif tetap ada pada diri manusia, untuk mengingat itu atau memberikan peringatan hadir manusia lain diluar dirinya untuk menegur.
Itulah tugas pengacara memberikan memastikan saluran hukum sesuai dengan makanisme kepada Kepolisian dan Kejaksaan ketika dalam proses hukum yang di luar koridor hukum, demi melindungi kepentingan hukum kliennya yang benar sesuai dengan cita hukum. Disitu dibutuhkan pengacara yang benar tulus dan ikhlas dalam membantu masyarakat agar terhindar dari penyimpangan maupun kesewenang-wenangan penegak hukum. Sehingga cita hukum bisa mencapai tujuannya ketika sistem hukum aktif, dan sistem hukum bisa aktif bergantung pada aparat penegak hukum saling mengawasi satu sama lain. Maka dibutuhkan sosok penegak hukum yang menggunakan hati nurani, untuk menentukan pilihan menegakan hukum yang memenuhi aspek kepastian, kemanfaatan dan keadilan.