LPW Library, Advokasi untuk Getaran Literasi di NTB
LPW NTB – Lembaga Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Barat (LPW NTB), memacu gerakan literasi dengan membuka LPW Library di Desa Terong Tawah, Labuapi, Lombok Barat. LPW Library dengan nama “Ruang Literasi”, menjadi pusat gerakan literasi guna terus memancarkan literasi di NTB.
Hal itu diungkapkan oleh Taufan, selaku Direktur LPW NTB pada Minggu (7/11/2021). Menurut Taufan, LPW Library adalah sebuah identitas dan titik pusat gerakan, sedangkan “Ruang Literasi” diharapkan dapat tumbuh disetiap tempat, dimanapun, sehingga dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat, terutama anak-anak, dengan prioritas wilayah desa, terutama yang masih minim dan tertinggal.
“Gerakan literasi telah kita mulai semenjak lembaga ini berdiri, karena salah satu spirit terbentuknya adalah menimbang kondisi literasi di NTB, untuk itu pula dalam road map lembaga di dalamnya ada target peningkatan literasi. Gerakan awal kita kampanye, publikasi media massa dan mengadakan kelas menulis terbatas serta pembentukan komunitas”, tuturnya.
Program Ruang Literasi telah di mulai oleh LPW NTB semenjak awal tahun 2020, dari pendampingan sekolah, kemudian kampanye literasi melalui beberapa metode dan pendekatan seperti “dongeng” yang selanjutnya dengan strategi optimalisasi publikasi media. Isu yang diusung adalah “Literasi untuk NTB Bekelanjutan”.
“Kita melakukan pengelolaan relawan, peningkatan media sosial dan media publikasi LPW NTB”, terangnya.
Sebelumnya juga, pada periode Januari- September, LPW NTB juga telah membentuk sekitar tiga komunitas, serta melakukan pendampingan komunitas literasi di NTB.
“Langkah itu dilakukan untuk terus menyebarkan dan menggetarkan literasi, jadi kita terus bergerak dan mengembangkan strategi”, ungkapnya.
Taufan mengungkapkan ada berbagai pertimbangan mendasar lahirnya gerakan literasi, Ruang Literasi dan LPW Library. Pertama, memperhatikan kondisi pendidikan, literasi dan IPM beberapa wilayah. Kedua, kondisi perlindungan anak di NTB. Ketiga, kondisi sosial di NTB, yang juga dipengaruhi oleh berbagai hal, terutama arus globalisasi dan teknologi.
“Kondisi itu perlu kita respon bersama, agar kita mampu memanfaatkan dan menggunakannya untuk energi yang baik”, ungkapnya.
Taufan berharap, melalui Ruang Literasi, anak-anak dapat menghadapi arus globalisasi dengan beradaptasi dan memegang erat budaya maupun identitas nasional.
“Jangan sampai disalahgunakan, tugas kita bersama untuk mengawal arus global tetap pada jalurnya. Itu pula kenapa kita pilih metode dongeng yang juga mengandung nilai lokal. Di Bima dikenal dengan istilah “Mpama”, Sumbawa dengan “Titur” dan suku Sasak mengenal dengan sebutan “Becerite”, ada pesan moral mendalam yang tersimpan di dalamnya”, urainya.
Di samping itu, menurut Taufan, Ruang Literasi dimaksudkan juga menyampaikan pesan kepada seluruh masyarakat untuk terlibat dalam perlindungan anak dan menciptkan banyak ruang positif untuk tumbuh kembang.
“Kita perlu memberikan banyak pilihan positif kepada anak-anak kita. Setidak-tidaknya kita menjaga mimpi mereka, memberikan sebanyak mungkin bayangan dan mimpi masa depan, dan memastikan mereka tumbuh dengan penuh kebahagian yang bermakna, karena kebahagiaan juga diwariskan, ketika anak cenderung mengalami pengalaman buruk maka itu juga dapat memberikan pengaruh terhadap perilakunya kelak”, terangnya.
Untuk memuluskan berbagai strategi, LPW NTB membentuk tim sekaligus pengurus LPW Library yang menunjuk Kepala Perpustakaan yaitu Ulul Azmi. Selanjutnya dipilih kegiatan yang dilaksanakan yaitu meliputi taman baca, bedah buku, menulis, kelas kreatif, kelas bahasa inggris dan kelas matematika.
“Ruang Literasi adalah program utama kita tahun 2020, dengan tema Literasi untuk NTB Berkelanjutan. LPW Library adalah bagian terkecil untuk menggerakan pikiran besar kita.”
Tempat yang dipilih sekaligus sebagai sekretariat LPW Library yaitu terletak di Perumahan Terong Tawah Regency, dengan bermaksud untuk membangun gerakan yang lebih besar di NTB.
“Dengan pemilihan lokasi di perumahan, harapannya juga menular di lokasi lain, karena perumahan semakin menjamur, setidaknya developer perumahan tidak hanya memiliki pikiran untuk membangun hunian warga, tetapi juga memiliki pikiran untuk bersama-sama membangun sumber daya manusia melalui gerakan literasi”, ungkapnya.
Menurut Taufan, UU Perumahan dan Permukiman telah mengatur kewajiban pengembangan perumahan membanguna sarana, prasarana dan utilitas umum, melalui Kementerian PUPR juga telah menggariskan jenis-jenis yang harus dibangun.
“Perpustakaan yang dikombinasi dengan tempat bermain anak dapat menjadi pilihan tepat untuk mengembangkan pusat edukasi anak di lokasi perumahan”.
Di samping itu, Taufan juga berharap keinginan pemerintah desa untuk mengalokasikan anggaran pembangunan dan pengelolaan perpustakaan.
“Tidak perlu anggaran besar, cukup menggunakan tempat yang ada, tempat buku, dan tenaga bisa menggunakan pemuda, komunitas atau mahasiswa yang ada, yang penting ada kemauan untuk sama-sama membangun sistem, itulah yang kita kampanyekan”, ujarnya,
Untuk pengembangannya ke depan, Taufan mengakui juga banyak hal yang akan terus diupayakan dengan terus memantau tantangan dan capaian. Salah satunya, Taufan menyinggung perpustakaan dapat menjadi pusat gerakan masyarakat.
“Tidak hanya untuk baca saja, tapi dapat berfungsi sebagai penghubung ekonomi dan sosial masyarakat”, tututnya.
Untuk itu, Taufan menerangkan juga bahwa di dalam tubuh LPW Library “Ruang Literasi”, mengusung tiga fungsi utama, yaitu sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. Harapannya dengan gerakan tiga pilar itu mampu mengatasi tantangan kehidupan bernegara demi mencapai tujuan nasional.
“Tantangan sosial misalnya kemiskinan, pengangguran, penyimpangan perilaku anak, konflik sampai dengan kriminalitas, dengan adanya perpustakaan integrasi yang mampu dioptimalkan dapat menjadi instrumen utama pencegahan, edukasi maupun penguatan karakter”, katanya.
Sedangkan fungsi ekonomi, Taufan menyatakann bahwa perpustakaan dapat memberikan edukasi ekonomi kreatif, maupun pengembangan UMKM, melalui penguatan garis hubung dengan desa maupun BUMDes.
“Fungsi lingkungan hidup yang perlu ditingkatkan di perpustakaan adalah edukasi perlindungan dan pengelolaan, dengan melihat kondisi kita, dapat dimulai dengan edukasi kelola sampah dan perlindungan hutan, dengan konsep pembangunan berkelanjutan maka fungsi lingkungan hidup ini harus dihubungkan dengan semua aktifitas perpustakaan”, terangnya.
Taufan berharap, dengan gerak tiga fungsi utama itu pula, perpustakaan dapat menjadi laboratorium pendidikan, dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, karena selama ini cenderung bergerak sendiri-sendiri.
“Pola pikir terhadap perpustakaan perlu kita rekonstruksi, perpustakaan harus mampu menjalankan fungsi integrasi, dengan melihat kondisi wilayah perkotaan dan pedesaan, kami pikir itu bisa dikembangkan menjadi menjadi semacam pusat kreatifitas maupun inovasi, setidak-tidaknya itu yang sedang kami upayakan ke depan”, bebernya.
LPW Library, menurutnya sebagai semacam tanda untuk gagasan besar itu, sehingga mampu terus didorong dan menyebarkan pengaruh diseluruh wilayah.
Taufan melanjutkan, bahwa ada gerakan lebih lanjut setiap advokasi, setelah mendorong tingkat desa, wilayah, lingkungan maupun perumahan untuk memiliki perpustakaan terintegrasi, yaitu mendorong pojok baca setiap tempat tongkrongan anak muda.
“Ruang Literasi harus hadir setiap pandangan, melalui peran pemerintah dan kekuatan masyarakat, kami berharap semua pikiran baik mampu diterjemahkan”, tutupnya.
Laporan: M. Azhar
Editor: Satria Madisa
Dokumentasi, 7 November 2021