Kisruh Penyertaan Modal, Pemda Bima Didesak Hentikan Keruk APBD Untuk BUMD “Bodong”

0Shares

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyertaan Modal Daerah (PMD) antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab Bima) dan DPRD semakin meruncing. Keputusan DPRD membuat panitia khusus (pansus) Raperda PMD untuk menyoal akurasi penyertaan ratusan miliar untuk sejumlah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) periode 2021-2025 menyulut duel opini yang tak berujung diruang publik.

Hal itu menimbulkan tanggapan publik, diantaranya elemen aktivis mahasiswa.
“Sejauh ini, kisruh itu berputar-putar pada persoalan tudingan sejumlah BUMD yang hendak dimodali fiktif, menurut DPRD. Sedang Pemerintah menaggapi, tidak benar ada BUMD Fiktif. Pemda Bima sama-sama mempertontonkan pertunjukan opini yang tidak bermanfaat untuk rakyat. Kisruh ini harus dihentikan,” ungkap Murad Fadirah,  melalui keterangan tertulis,  Jum’at, (27/8) 

Murad Fadirah, menuturkan bahwa, tudingan DPRD terkait BUMD Fiktif harus ditanggapi dengan data-data kongkrit oleh Pemkab Bima. Bukan malah melawan tudingan dengan tudingan pula “Jika Pemkab tidak bisa menunjukan perda pendirian BUMD, kantornya, struktur manajemennya, usaha dan kontribusi BUMD tersebut, patut diduga sejumlah BUMD yang hendak digelontorkan modalnya itu fiktif, alias Bodong,” terang mahasiswa hukum di salah satu PTS di Kota Mataram ini.

Dia menyayangkan, bahwa, rapeda PMD 2021 yang menguras APBD melampui 100 Miliar, muncul tanpa kejelasan kedudukan, dan tujuan BUMD. Apalagi Pemkab Bima, tidak mengevaluasi peran dan kontribusi PMD 2015-2019 yang menelan APBD mencapai 81 Miliar.

“Berdasarkan penelusuran yang kami lakukan, sejumlah BUMD Bima tidak berdiri menggunakan Peraturan Daerah. Padahal beradsarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, kedudukan badan hukum Perusda atauPerumda ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah. Hal ini menegaskan bahwa, PMD melalui APBD sejak 2015 sampai 2019 saja terindikasi atas dasar penggelapan jabatan. Saya menganggap PMD melalui Raperda 2021, skenario  lanjutan menguras APBD, atas nama BUMD untuk kepentingan lain-lain,” tegas Murad.

Lebih lanjut dia menuturkan bahwa, Pemda Bima harus mencontohi Pemerintan Kota Bima, dalam membangun dan menumbuh kembangkan BUMD. “Perumda Kota Bima Aneka, didirikan atas dasar Perda, sehingga jelas kedudukannya, manajemen, dan tujuannya. Bagaimana bisa memakmurkan rakyat, dengan BUMD bodong dan BUMD yang bermasah akut,” sentil aktivis Hmi Mataram ini.

Sementara Wahyudin Awalid menuturkan bahwa kisruh Raperda PMD mesti ditinjau dari hakikat atau urgensi BUMD. “Dalam Perpektif UU Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD diterangkan bahwa: Pemda dapat mendirikan BUMD. Hal ini menegaskan bahwa, mendirikan BUMD bukan keharusan, melainkan pilihan. Bahwa BUMD penting ada, jika dimaksudkan untuk membantu perekonomian masyarakat, menyerap potensi daerah, meningkatkan PAD dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Mahasiswa Hukum di salah satu PTS di Kota Malang ini.

Menurut Wahyu, BUMD di Kabupaten Bima, sejumlah besarnya, hanya membeni anggaran daerah. “PD Wawo dan sejumlah BUMD bodong, apa kontribusinya? Jangan-jangan penyertaan modal, ini modus untuk menggunakan APBD dengan kepentingan politis ekonomis para pemangku kebijakan daerah,” tudingnya.

Dia pun menyangkan, disituasi pendemi yang APBD direfocusing besar-besaran untuk melawan covid, dan disituasi masyarakat yang masih belum mendapatkan kepastian pembangunan infrastruktur dasar, Pemerintah malah punya rencana menghamburkan APBD yang tak jelas orientasinya.

“Sebaik-baiknya untuk penyertaan modal BUMD Bodong dan bermasalah dihentikan. Pembangunan hajat hudup rakyat, lebih penting mendapatkan perhatian bersama Pemkab dan DPRD.” terangnya.

Karenanya dia menantang Pansus Raperda PMD, untuk membuktikan keberpihakan terhadap rakyat.

“Jika benar DPRD bertekad menyelamatkan APBD, atas dasar sejumlah BUMD terindikasi bodong dan PMD sebanyak 81 Miliar 2015-2019 tidak diudit penggunaan anggarannya, maka Pansus PMD harus bersurat pada BPK untuk diaudit investigasi. Disamping melaporkan pada APH tentang dugaan Tindak Pidana Penggelapan Jabatan, dalam PMD 2015-2019 yang terindikasi merugikan keuangan negara. Konsultasi di Mataram,  berkesan menghamburkan APBD saja, dan berkesan DPRD tidak mengerti masalah pokok BUMD Bima,” pungkasnya.

Editor: SM

Laporan: M. Azhar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Us

Follow us on Facebook Subscribe us on Youtube Contact us on WhatsApp