KAHMI Lobar Jangan Konyol!
Oleh: Anang Isal (Anggota HMI Komisariat Hukum UNRAM)
Pada tanggal 21 Oktober 2021, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Mataram menggelar aksi damai untuk mengevaluasi kinerja 2 Tahun pasca rezim Jokowi-Ma’aruf sebagai peringatan bagi pemerintah bahwa pasca setelah periode ke-2 Jokowi justru mengalami kemerosotan dalam segala sektor, khususnya dibidang ekonomi, sosial-politik dan penegakan hukum ternyata masih jauh dari kata memuaskan.
Hal ini memang sudah sewajarnya bagi civitas akademika terutama kader HMI sebagai mahasiswa Islam yang menjalankan tugasnya sebagai amanat dari Tri dharma yang salah satu poinnya adalah melakukan pengabdian masyarakat. HMI Cabang Mataram dalam hal ini telah berusaha melakukan Check and Balances dengan menggelar aksi demonstrasi sebagai pengingat bagi pemerintahan rezim Jokowi untuk memperbaiki segala permasalahan yang ada.
Pada saat bersamaan hal menarik ditunjukan oleh Presidium Kesatuan Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Lombok Barat (KAHMI LOBAR) yang mengkritik aksi yang digelar oleh adinda-adinda HMInya. Menurut Kakanda KAHMI, aksi yang digelar kader HMI tidak empati. “aksi dan isu yang diangkat haruslah menyenangkan masyarakat, jangan arogan, tuntutannya harus jelas. Buatlah aksi yang menghibur dan menaruh simpati rakyat.” (baca: dutaselaparang.com, “Aksi Dua Tahun Kepemimpinan Jokowi-Ma’aruf Ricuh, Presidium KAHMI LOBAR Nilai Tak Sependapat Aksi Mahasiswa Bakar Ban dan Rusak Fasilitas Umum.”)
Entah marah, kecewa, sedih dan tertawa membuat penulis sulit untuk merepresentasikan dari press rilis Presidium KAHMI LOBAR tersebut. disatu sisi penulis kecewa karena KAHMI yang seharusnya menjadi Silahturahmi moral para pejuang dan pemikir Alumni HMI ternyata telah menjadi alat kendaraan politik untuk melacurkan diri pada kekuasaan. Di sisi lain penulis juga tertawa dengan kekonyolan tuduhan yang dilayangkan oleh Presidium KAHMI LOBAR tanpa referensi, basis data dan argumen yang tidak logis (masuk akal).
Perlu diketahui dalam kurun waktu periodisasi sejarah kader HMI Cabang Mataram tidak pernah sekalipun merusak fasilitas umum terutama aset negara, karena selalu diajarkan oleh para kakanda “terhormat” yang dilawan adalah sistem dan bukan persoon, sebagaimana yang dituduhkan oleh kakanda KAHMI bahwa adinda-adinda HMI merusak fasilitas umum adalah suatu tuduhan yang menyesatkan dan menyayat hati nurani kader-kadernya.
Jika pengrusakan fasilitas umum dilekatkan pada ‘pembakaran ban’ maka logika KAHMI dan para penguasa mungkin perlu untuk diperbaiki. Karena tidak ada hubungannya antara pembakaran ban dengan pengrusakan fasilitas umum apalagi ban yang digunakan bukanlah ban mobil watercannon melainkan perangkat aksi yang sudah disiapkan oleh masa aksi.
Kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat di muka umum adalah sah dan merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) setiap warga negara yang dijamin oleh konstitusi melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUDNRI). Membakar ban tidaklah melanggar hukum karena Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) menganulir prinsip Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli (tidak ada perbuatan dianggap tindak pidana kecuali ada undang-undang yang mengatur), sehingga pembakaran ban sebagaimana bentuk protes adalah sah dimata hukum karena belum ada aturan yang melarang warga negaranya untuk membakar ban wabil khusus “ban”-nya sendiri.
Kekonyolan logika yang ditunjukan oleh kakanda Presidium KAHMI LOBAR tidak hanya sekedar pada fitnah HMI merusak fasilitas umum tanpa dasar dan data yang jelas, melainkan dengan menerangkan bahwa aksi HMI tidak empati dan arogan karena isunya tidak menyenangkan rakyat, lantas isu yang mana yang menyenangkan rakyat? Dan rakyat yang mana yang di senangkan? Hal tersebut menjadi suatu pertanyaan kritis yang tidak akan selesai hanya dijawab dengan “lips service”.
Kakanda KAHMI mungkin bisa hidup enak dengan duduk manis di jabatan kursi Kepala Dinas Perkim LOBAR NTB, namun di lain sisi masih banyak rakyat menderita karena sistem yang tidak adil, termasuk pemukulan pekan hari lalu yang dilakukan aparat institusi polda kepada kader HMI merupakan perbuatan yang menesengsarakan.. mensennyengsarakan.. mengsengsarakan.. melengsengsarakan.. mohon maaf “menyengsarakan rakyat” (Mahfud MD: 2020).
Ketimbang mengajak adek-adek dindanya untuk berfikir kritis, rupanya kakanda Presidium KAHMI LOBAR satu ini justru mengajak untuk menyembah dan membeo pada kekuasaan dengan mengharuskan untuk mengapresiasi capaian prestasi kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf, justru menurut penulis arogan malah lebih cocok untuk dilekatkan Kakanda tersebut, karena kemajuan infrastruktur yang di elu-elukan oleh kakanda sebenarnnya hanyalah janji-janji manis semata yang memanipulasi kesadaran rakyat.
Janji Jokowi 50 juta untuk warga korban gempa sampai sekarang belum terealisasikan, sangketa lahan sirkuit mandalika yang masih menimbulkan pro dan kontra, terutama penggusuran lahan terutama yang terbaru penggusuran tanah rakyat di wilayah KSB sebanyak 171 petani oleh pabrik smelter jelas persoalan tersebut tidak bisa disebut “menyenangkan” rakyat. Justru yang ada yang rakyat semakin menderita dan yang senang adalah rakyat yang memiliki akses pada elit kekuasaan, maka dengan ini telah benar apa yang dikatakan oleh donald black bahwa “hukum tumpul keatas dan tajam kebawah”.
Apalagi ajakan Presidium KAHMI Lobar cukup aneh agaknya jika ditelan dalam logika dimana beliau menginstruksikan untuk berbangga kepada rezim Jokowi-Ma’ruf dan membalas jasa pemimpin, lantas bagaimana membalas jasa pemimpin tersebut? Apakah harus memuja-muja presiden sebagai dewa bisa dianggap balas jasa? Padahal kan balas jasa tersebut sudah dilakukan rakyat dengan membayar pajak, namun ternyata oh ternyata uang pajak yang dikumpulkan dari hasil keringat rakyat digunakan untuk memberi discount (potongan harga penjara) kepada pelaku korupsi dana bansos, memang sungguh apes menjadi rakyat.. sudah bayar pajak dianggap tidak punya kontribusi untuk negara.
Secara filosofis pemimpin merupakan pengayom dan pelayan rakyat dan bukan sebagai penguasa yang sewenang-wenang menindas kemerdekaan rakyat, karena kemerdekaan merupakan hak yang insani dan harus dilindungi oleh negara karena itu merupakan tanggung jawab negara untuk mencapai kebahagiaan bersama atau A Solid Happines (James Madison:1830).
Justru, penulis sangat kecewa karena senior HMI yang selalu dikenal kritis dan berpendidikan ternyata tidak menunjukan sifat akademis dan cenderung mengajak kadernya untuk menyanjung dan memuji rezim penguasa seolah-olah menunjukan kakanda sedang menjilat sepatu penguasa hingga bersih. Jika ingin menyinggung empati seharusnya kakanda juga mendoakan dan mempertimbangkan adinda yang mengalami luka-luka karena arogansi oknum aparat kepolisian.
Jika memang kebenaran yang sebenarnya masih belum terungkap maka seharusnya pihak manapun tidak boleh mengklaim suatu kebenaran apalagi sampai merepresif tindakan mahasiswa yang ingin menyampaikan kebenaran karena itu murni merupakan refleksi untuk mengevaluasi setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Kritik baik itu frontal maupun halus tetaplah harus diterima sebagai suatu masukan yang konstruktif demi berkembangan bersama.
Akhir kata penulis ingin mengutip dari Tan Malaka bahwa “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda”, maka dari itu kemerdekaan berfikir tidak boleh dibatasi oleh siapapun termasuk kanda-kanda. Mungkin dulu Alumni HMI pernah berjuang, namun tidak disaat sekarang. HMI adalah organisasi Independen, tidak diperintah dan tidak disuruh untuk berindependen melainkan independensi merupakan kesadaran yang lahir sendirinya dari dalam hati nurani kader yang cenderung pada Al-Hanief (kebenaran).
Sekarang tibalah bagi kader HMI untuk mengibarkan filsafat pemberontak yang revolusioner, demi menghapus hegomoni sistem dari kanda-kanda yang bersifat manipulatif dan eksploitatif. Tibalah bagi kita untuk menyusun peluru argumentasi dan pena pemberontakan demi merawat akal budi dan hati nurani rakyat dari sistem kekuasaan yang buruk ini.
BANGKITLAH KADER YANG MELAWAN!! BANGKITLAH KADER PEMBERONTAK!!
Editor: Muamar Adfal, S.H