Internalisasi Konsep Paer Masyarakat Sasak dalam Menata KEK Mandalika
Gumi paer yang secara umum disebut Paer adalah rumusan simbolik pemahaman masyarakat Sasak tentang ruang dalam persfektif budaya. Dalam konsep gumi paer terakomodasi seluruh konsep yang berkaitan dengan permukaan bumi dengan segala yang ada di atasnya, segala isi bumi dan langit yang menaunginya. Konsep paer mencakup aspek-aspek kosmologis, konsep antropologis dan konsep sosiologis yang dipandang sebagai suatu kesatuan dalam budaya Sasak.
Istilah gumi paer sangat erat berhubungan dengan konsep “epe aik”, suatu istilah yang berhubungan dengan kekuatan suci (actus purus) Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kehidupan bagi manusia di tanah kedawon (tempat dan waktu).
Rinjani sebagai Pusat Kosmos
Dalam sistem kepercayaan Sasak Rinjani merupakan pusar bumi dan sekaligus sebagai pasak bumi dengan berbagai kekuatan kosmologi yang dimiliki.
Dalam sistem tata ruang, pandangan kosmologis ini terekspresi dalam pengembangan ruang fungsional atau ruang artifisial dari lingkungan rumah, sampai tata ruang wilayah tertentu. Setiap pengembangan tata ruang artifisial, pasti memiliki konsep kosmologis antara lain yang berkaitan dengan pusat citra ruang, arah, mata angin, perhitungan hari baik dan hari buruk, dan lain-lain yang menggambarkan pola hubungan secara spiritual antara manusia dengan ruang yang dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas.
Berdasarkan pandangan kosmologis tersebut dapat disimpulkan bahwa pusat kosmos manusia Sasak adalah simbol spiritual.
Pandangan kosmologis secara kultural diperkuat dengan kepercayaan tentang Dewi Anjani yang menjaga Gunung Rinjani, yang selanjutnya diyakini sebagai Ratu Jin yang menurunkan masyarakat Sasak.
Kosmogoni ini disimbolkan dengan ungkapan “gumi nine” (bumi perempuan) yang menunjukkan kekuatan peran wanita dalam mengayomi masyarakat. Di kawasan selatan, dikenal adanya legenda Putri Mandalika yang mengorbankan dirinya untuk keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan masyarakat.
Kesadaran Diri Sebagai Konsep Paer
Paer tidak hanya merupakan konsep geografis dan kosmologis, tetapi juga memiliki interpretasi sosiologis. Paer diisi oleh komunitas yang secara spiritual merasa terikat dengan alam lingkungannya, sehingga melahirkan kesadaran paer secara sosiologis. Keterikatan pada paer secara filosofis diwujudkan dalam bentuk awig-awig yang mengatur pola hubungan kemanusiaan, pola hubungan kemanusiaan yang juga berorientasi pada pandangan kosmologis yang telah dikemukakan terdahulu.
Secara geo-sosiologis, bentuk kesadaran bahwa diri dan komunitas sebagai bagian dari entitas paer, diwujudkan dengan simbol dan norma sosial yang diselaraskan dengan tuntutan dan kondisi lingkungan kosmos. Kesadaran masyarakat untuk menyelaraskan simbol dan norma menunjukkan keterikatan masyarakat pada satu kesatuan kosmos. Simbol dan norma tersebut sesuai dengan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam mengapresiasi kondisi lingkungan kosmosnya.
Pelestarian
Pandangan masyarakat Sasak tentang Paer seperti yang telah dikemukakan di atas, meliputi aspek geografis, sosiologis, dan kultural atau merupakan satu kesatuan Saujana Alam dan Budaya. Sikap dan pandangan ini dapat dilihat dari keterkaitan dan keterikatan antara kondisi lingkungan fisik dengan budaya dan sistem nilai yang mengatur mekanisme sosial. Untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan sosio-ekosistem, masyarakat Sasak mengembangkan mekanisme pelestarian dengan mitos, maliq dan berbagai ritual tradisi yang menyertainya.
Pandangan kesatuan saujana alam dan budaya juga melahirkan kearifan yang berkaitan dengan pengelolaan alam, penataan ruang dan fungsinya, serta simbol-simbol yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap Tuhan dan hal-hal gaib yang menunjang upaya pelestarian alam, budaya dan sistem nilai sosial. Dengan demikian maka diasumsikan bahwa pergeseran nilai akibat interaksi sosial budaya akan menyebabkan perubahan pandangan tentang hubungan manusia dengan alam dan selanjutnya akan mengubah prilaku masyarakat terhadap alam.
Fungsi Sosial
Paer tidak saja merupakan konsep geografis, tetapi juga merupakan konsep sosiologis bahkan berkaitan dengan psikologi sosial. Bentang alam secara alami disamping secara fungsional sebagai penunjang eksistensi manusia, juga dijadikan media untuk mengekspresikan dirinya secara emosional. Cengkok tembang maupun kayaq (lagu Sasak) daerah utara yang berpegunungan akan berbeda dengan daerah-daerah selatan yang relatif datar. Norma geografis juga berpengaruh terhadap pola interaksi sosial masyarakat, ada yang lebih terbuka dan ada yang cendrung tertutup.
Secara sisio-kultural, masyarakat Sasak menjalin hubungan psikologis dengan paer dengan pola yang berbeda-beda. Ada yang diekspresikan secara eksplisit dengan prilaku implisit, jika ekosistemnya terganggu. Secara umum dapat diidentifikasi fungsi-fungsi sosial seperti pengikat solidaritas dan pembentukan emosi kolektif (memiliki, dimiliki, anyaman aman).
Eksploitasi Mandalika
Semenjak tahun 2015, kawasan Mandalika yang terletak di Kabupaten Lombok Tengah, telah masuk dalam radar pemerintah pusat untuk menjadi wilayah strategis pembangunan. Dengan menjadi wilayah prioritas, tentu berimbas pada gairah pembangunan yang terus meningkat.
Pembangunan KEK Mandalika termasuk dalam Proyek Strategis Nasional sesuai Peraturan Presiden 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Dasar kontruksi hukum lainnya ialah, Instruksi Presiden 1 tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo melalui Nawa Cita menempatkan pariwisata menjadi salah satu program prioritas nasional. Menurut Peraturan Pemerintah 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025, di seluruh wilayah Indonesia terdapat 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
Dari 88 KSPN tersebut pemerintah memprioritaskan pengembangan kawasan destinasi pariwisata pada 25 daerah. Kemudian dari 25 KSPN difokuskan menjadi 10 KSPN Prioritas, antara lain, Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Pulau Seribu, Borobudur, Bromo, Mandalika, Labuhan Bajo, Wakatobi, dan Morotai.
Kemudian berdasarkan Surat Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Nomor S-54/Menko/Maritim/VI/2016 ditetapkan 5 KSPN Prioritas sampai akhirnya menjadi 3 KSPN Prioritas sampai tahun 2019. 3 KSPN Prioritas ini ialah Danau Toba, Borobudur, dan Mandalika.
Untuk memuluskan target,pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan guna memberikan fasilitas dan insentif tertentu, Omnibus Law adalah satu cara jitu pemerintah untuk memangkas segala kerumitan administrasi, yang mempermudah proses investasi dan aktivitas ekonomi di kawasan tersebut. Antara lain, berupa kemudahan perizinan, keringanan perpajakan, kepabeanan, dan cukai, lalu-lintas barang baik ekspor maupun impor tanpa pungutan, aturan keimigrasian yang khusus, kemudahan izin keternagakerjaan dan aturan pertanahan yang memungkinkan perpanjangan dalam durasi panjang hingga 88 tahun.
Dengan ditetapkannya Mandalika sebagai KEK dan segala kemudahan investasi, maka pembangunan yang dilakukan berpijak pada konsep Paer, bahwa gerak manusia harus bertumpu pada pelestarian alam, budaya dan sistem nilai sosial.
Oleh: Tim LPW NTB
Sumber Kutipan:
Dokumen Lombok Style, Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah