Hilangnya Kemurnian Hukum dalam Putusan Eliezer
Pada 15 Februari 2023, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, memutuskan terdakwa Eliezer pada “Kasus Ferdy Sambo” terbukti secara sah dan meyakinkan turut serta melakukan pembunuhan berencana dengan pidana satu tahun enam_bulan. Putusan terhadap Eliezer, jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum, yaitu selama 12 tahun penjara. Tuntutan jaksa, memperhatikan peran Eliezer dalam pembunuhan berencana sebagai pelaku yang menembak korban Brigadir J. Sebaliknya, Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal yang tidak mengeksekusi mati, yang seharusnya masuk kategori pembantuan, justru mendapatkan hukuman lebih berat.
Eliezer, juga tidak terbukti masuk dalam kategori daya paksa, pembelaan terpaksa ataupun perintah jabatan sebagaimana ketentuan penghapusan pidana dalam Pasal 48-51 KUHP.
Selain itu, awalnya, jaksa juga menilai Eliezer tidak termasuk dalam justice collaborator, namun setelah putusan jaksa agung pun mengakui, dan tidak mengajukan banding terhadap putusan hakim. Praktik hukum kita, telah bergeser pada persepsi publik, bukan pada fakta sesungguhnya yang harus digali dan dinilai secara hukum.
Hakim mendasari pada pikirannya Sandel tentang keadilan dalam bukunya yang berjudul Whats The Right Thing To Do. Bahwa keadilan bukan sekedar mengikuti aturan, melainkan melibatkan pengambilan keputusan moral dan etis tentang apa yang setara dan adil’ dimana Sandel percaya bahwa keadilan adalah masalah penalaran praktis dan wacana publik dari pada seperangkat prinsip abstrak yang di terapkan secara mekanis.
Pendekatan Sandel diatas berakar pada komunitarianisme yang menekankan pentingnya publik dan kebaikan bersama dalam membentuk pemahaman kita tentang keadilan. Sandel berpendapat bahwa keadilan mengharuskan kita untuk mempertimbangkan dampak dari tindakan kita terhadap orang banyak dan untuk menyimbangkan klaim hak individu dan kebaikan bersama. Selain itu hakim juga mendasari pada teori keadilan prespektif John Stuart Mill yang menghubungkan keadilan dengan kegunaan umum.
Konsekuensi logis Hakim mengikuti konstruksi berpikir Sandel dan John Stuart Mill tentang keadilan, maka teori pembuktian yang dipakai oleh hakim sebagai dasar putusan pengadilan dalam kasus Eliezer didominasi teori pembuktian Convetion In time yang berarti keyakinan hakim semata, artinya dalam menjatuhkan putusan dasar pembuktiannya semata-mata diserahkan kepada keyakinan hakim. Dengan demikian hakim tidak terikat kepada alat bukti yang sah dalam ketentuan pasal 184 KUHAP, namun atas dasar hati nurani dan sifat bijaksana seorang hakim, ia dapat menjatuhkan hukum. Salah satu negara di dunia ini yang menggunakan teori bukti Convetion In time adalah Amerika Serikat dengan unus judex dengan melibatkan grand jury.
Putusan Hakim dengan pendekatan teori pembuktian Convetion In time bertentangan sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP terhadap sistem pembuktian Undang-undang secara negatif (Negatief Wettelijk Bewijstheorie) dimana pada prinsipnya hakim dalam penjatuhan pidana terikat dengan bukti yang secara limitatif ditentukan oleh UU dan di dukung oleh adanya keyakinan hakim terhadap eksistensinya alat-alat bukti yang diatur dalam ketentuan pasal 184 KUHAP. Selain itu hakim juga mengabaikan Teori keadilan korektif yang menjadi pondasi hukum pidana dalam penerapan penghukuman terhadap seseorang yang telah melanggar norma-norma dalam kehidupan bersama.
Tegasnya Putusan Hakim dalam kasus Eliezer mendasari pada teori pembuktian Convetion In time dan persepsi publik tentang keadilan’ dengan demikian Sistem Peradilan Pidana Indonesia berubah bentuk yang seharusnya menjadi peradilan mencari kebenaran materiil berubah bentuk menjadi peradilan perasaan dan persepsi publik tentang keadilan.
Keadilan perspektif sosiologis yang mencederai hukum pidana secara teoritis dan substantif serta mencederai konstruksi keadilan dalam prespektif hukum pidana. Keadilan macam apa yang diagungkan publik, pembunuhan di hukum “Satu Tahun Enam Bulan”. Riki Rizal’, Kuat Ma’ruf yang jelas-jelas hanya membantu di hukum di atas 10 Tahun. Sistem Peradilan Pidana Indonesia telah berubah bentuk menjadi peradilan perasaan dan persepsi publik tentang keadilan, Hukum telah kehilangan kemurnianya, praktek peradilan yang serampangan seperti ini akan mereduksi hukum pidana sebagai penjaga moralitas publik.
Editor: Hamdi, M.AP