Eksekusi Putusan, Satriawati Divonis 1,5 tahun, Pengacara: Kami Upayakan PK
Selasa (20/08/2024), Ibu Satriawati diangkut menuju Lembaga Permasyarakatan Perempuan Kelas III Mataram. Ibu Satriawati divonis 1,5 tahun penjara dalam putusan kasasi Mahkamah Agung atas kasus keterangan palsu di bawah sumpah.
Ibu Satriawati dianggap memalsukan keterangan di bawah sumpah terkait penerbitan sertifikat tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Barat di lahan miliknya yang memiliki luas sekitar 6 are di Sekotong, Lombok Barat. Namun, Ibu Satriawati menegaskan justru Ia adalah korban kejahatan mafia tanah.
“Saya tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan oleh para penegak hukum. Saya menuntut keadilan yang seadil-adilnya karena saya adalah korban dari kejahatan orang lain dan korban kejahatan mafia tanah. Untuk itu saya memohon kepada pemerintah dan para penegak hukum memberikan keadilan seadil-adilnya kepada saya,” ujarnya.
Atas persoalan ini Ibu Satriawati berupaya mengumpulkan bukti baru yang akan diajukan dalam proses Peninjauan Kembali (PK) nanti.
“Upaya hukum lanjutan untuk membela klien kami, kami usahakan cari alat bukti baru supaya kita bisa ajukan PK untuk bagaimana melihat proses hukum ini berkeadilan,” ujar Muammar Adfal selaku kuasa hukum Ibu Satriawati.
Selain upaya PK, Ibu Satriawati juga mengusahakan upaya sosial dan dukungan dari masyarakat untuk menilai bagaimana proses kasus yang Ia alami dan dugaan kriminalisasi yang Ia alami.
“Dan juga melihat sisi kemanusiaan pertama klien ini merupakan perempuan yang dimana karena hal tertentu yang tidak dia lakukan lantas menjadi tersangka, terdakwa, dan bahkan terpidana dan hari ini dieksekusi oleh kejaksaan dan dibawa ke Lapas Perempuan untuk diproses. Untuk upaya lanjutannya kita berupaya menggerakkan semua simpatisan perempuan dan publik supaya publik melihat bagaimana senyatanya dan seharusnya hukum dan proses hukum ini ditegakkan. melihat dari sisi kebenaran, melihat dari sisi pembuktian dan sebagainya,” ujar kuasa hukum Ibu Satriawati.
Terakhir, Ibu Satriawati juga menambahkan “Saya ingin menyampaikan bahwa disini saya merasa terzholimi saya merasa dikriminalisasi dan tertindas oleh hukum yang ada di negara saya sendiri.”
Terpisah, kuasa hukum ibu Satriawati lainnya, Zaki Akbar, S.H, menyatakan kecewa dengan putusan pengadilan, dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung.
“Kita semua menghargai putusan pengadilan, namun kami semua kecewa dengan proses peradilan yang dialami oleh ibu Satriawati, tidak ada satupun pertimbangan fakta yang kami ajukan, padahal kasus ini masih belum terang benderang, tetapi kami akan berusaha menempuh dengan cara-cara saluran yang disediakan oleh hukum”, pungkasnya.
Tim advokasi PBH LPW NTB, Yunita, S.H., juga mongemntari terkait dengan putusan terhadap Ibu Satriawati, bahwa ia dan tim sedang menyusun upaya untuk mendorong atensi publik dan instrumen negara memperhatikan kasus yang dialami ibu Satriawati.
“Zolim kalu orang tidak bersalah dipidana. Hukum di negara kita sudah benar-benar kacau. Kami dari upaya banding sudah memantau kasus ini, dan banyak kejanggalan. Kami juga mendapatkan pengaduan terkait proses yang dialami dari tingkat penyidikan Kepolisian bersama Kejaksaan serta pada proses persidangan di Pengadilan”, bebernya.
Yunita juga menyampaikan bahwa ia dan tim mendesak, kebenaran pada kasus ini harus diungkapkan, agar jelas siapa sebenarnya yang bersalah. Apalagi korban merupakan perempuan yang semestinya penegak hukum harus benar-benar mengedepan kebenaran yg semestinya tidak boleh abai apalagi mengkriminlisasi dengan ketidakadilan yang fatal”, tutupnya.
Laporan: Maula Sastaperkasa