Dialog Kebangsaan BEM FH Unram, Ungkap Ulah APH, Pelanggaran HAM hingga “Pembunuhan” Demokrasi

0Shares

LPW NEWS – Dialog Kebangsaan BEM FH UNRAM “Menuju Jiwa Merdeka Melalui Penguatan Demokrasi dan Partisipasi Publik dalam Penentuan Kebijakan Bernegara” pada Senin (28/08/2023) di ruang Sidang Utama Fakultas Hukum Universitas Mataram (FH Unram) mengungkap beberapa hal menarik terkait dengan Demokrasi dan pelanggaran HAM.

Dialog diisi oleh Dr. R.R Cahyowati, S.H.,M.H dan Taufan, S,H.,M.H, yang keduanya sebagai Dosen FH Unram, dan dihadiri oleh peserta mahasiswa berbagai fakultas, pengurus BEM dan beberapa organisasi kemahasiswaan.

Cahyowati, menguraikan dengan terang benderang konsep demokrasi dan bentuk partisipasi publik, serta posisi Pancasila sebagai ideologi dan jiwa bangsa.

“Demokrasi yang sering kita kenal dari Abraham Lincoln, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat memberikan makna mendalam, bahwa rakyat sebagai pemegang kekuasaan utama, itu pula yang dimuat dalam UUD kita”, ungkapnya

Menurutnya, keterlibatan publik adalah amanat dari UU, hal itu ditunjukan dengan pelibatan publik dalam Pembangunan, dari rencana Pembangunan, musyawarah, dan kritik terhadap penyelenggara negara.

“UU telah mengatur tata cara keterlibatan publik, namun sayangnya publik sendiri yang malah minim keterlibatan. Di sisi lain, pemerintah juga minim sosialisasi”, bebernya.

Untuk itu, menurutnya pemerintah dan warga negara harus Bersatu padu, karena Pembangunan bangsa hanya bisa dilakukan secara bersama-sama. Bentuk kritik dan masukan adalah bentuk keterlibatan yang dijamin oleh hukum.

Pada kesempatan itu, Taufan, dalam kaitan dengan tema Dialog Kebangsaan, mengungkap bahwa menjiwai kemerdekaan adalah mengenali diri sebagai bangsa Indoenesia. Ia memualai dengan ungkapan Gnothi se authon. Kenali dirimu sendiri. Ungkapan klasik popular dari Thales, Appolo hingga dikutip Socrates.

“Memahami Sejarah bangsa, perjuangan meraih kemerdekaan dan perjalanan membangun bangsa harus kita tanamkan pada pikiran, sehingga itu menjadi energi penggerak melakukan segala sesuatu sebagai bentuk kecintaan terhadap Indonesia”, terangnya.

Taufan memaparkan tentang pelanggaran HAM dalam usaha pertumbuhan demokrasi serta bentuk kriminalisasi dan judicial harrasement dalam penyampaian kritik terhadap kebijakan pejabat/penyelenggara negara.

Menurutnya HAM merupakan salah satu aspek perjuangan kemerdekaan, Konstitusi telah menjamin, kebebasan berpendapat dan terlibat dalam Pembangunan. Namun dalam kenyataan pelanggaran HAM banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum.

“Ketika aparat penegak hukum melakukan pelanggaran HAM, sesungguhnya tidak memahami esensi kita bernegara. Dengan kata lain, aparat yang demikian adalah penghambat cita bangsa”, tegasnya.

Taufan menunjukan bentuk pelanggaran HAM itu salah satunya yaitu penembakan gas air mata disaat pengamanan pilkades ricuh yang menyebabkan warga negara bernama Muardin di Bima, meninggal dunia. Ironinya Polisi justru mengaburkan fakta dengan menyebarkan isu terkena batu, kemudian kasusnya berbelit dan tidak jelas. Polisi malah menyatakan sulit menemukan tersangka.

“Masyarakat sipil melakukan protes hingga meminta reformasi POLRI, namun justru mendapatkan intimidasi. Surat ke Mabes Polri hingga Komnas HAM pun mandek”,urainya,

Hal itu menurutunya sebagai potret, bentuk judicial harrasement dalam penyampaian kritik terhadap kebijakan pejabat/penyelenggara negara.

“Dalam beberapa kasus, orang yang menyuarakan kebenaran dan keadilan malah direspon negatif, masyarakat terus disudutkan. Ini semacam gerakan sistematis dan kolektif membunuh Demokrasi. Padahal cara alat negara memperlakukan hukum, akan mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat”, tutupnya.

Laporan: BEM FH Unram
Editor: Media LPW NTB

Dokumentasi:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Us

Follow us on Facebook Subscribe us on Youtube Contact us on WhatsApp