BeritaOPINI

Banjir Bima: Literasi Bencana dan Tanggung Jawab Pemerintah

0Shares

Oleh: Zaki Akbar, S.H

Zaki Akbar, S.H.

Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia hanya memiliki 2 (dua) musim yaitu musim hujan & musim kemarau. Tidak hanya itu, dua musim tersebut dibarengi dengan perubahaan iklim yang tidak pasti. Artinya, Indonesia sangat rentan & sulit memprediksi kapan terjadinya bencana seperti banjir, kekeringan, dan tanah longsor

Bukan hal yang baru untuk masyarakat Bima ketika melihat beberapa titik didaerahnya terendam banjir. Lembaga Pengembangan Wilayah (NTB) dalam releasenya baru-baru ini menyebutkan, Banjir bandang menghantam empat kecamatan di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, pada Jumat (02)/04/2021). Sekitar Pukul 15.30 Wita, banjir telah merendam  Kecamatan Bolo, Madapangga, Woha dan Monta.

Tidak hanya terjadi untuk pertama kali, banjir di Bima hampir terjadi pada setiap tahun. Hal tersebut selalu berulang kembali, bukan karena alam sudah bosan kepada manusia. Sebab alam sendiri tak punya kehendak untuk menghakimi manusia. Tidak lain, manusia sebagai dalang terjadinya hal tersebut.

Lumbung Jagung Nasional

Bukan hanya sekedar wacana, Bima ditetapkan sebagai salah satu daerah Lumbung Jagung Nasional oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pada tahun 2016. Hal tersebut tentunya telah mendorong semangat masyarakatnya untuk terus menanam jagung guna menopang ketahanan pangan & swasembada jagung. Artinya, potensi menjadi petani jagung akan menjadi mayoritas pekerjaan didaerah tersebut.

Dinas pertanian dan pekebunan kabupaten Bima telah memasang target produksi jagung sebanyak 430 ribu ton pada tahun 2021. Upaya peningkatan produksi jagung dari tahun ke tahun, tentunya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Namun disisi lain, diduga penyebab banjir yang terjadi di Bima hampir disetiap tahunnya ialah perambahan hutan guna membuka lahan untuk menanam jagung.

Untuk menopang Lumbung Jagung Nasional, perlu adanya kerja sama antara Pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi NTB, Dinas pertanian dan pekebunan kabupaten Bima dan Instansi terkait. Hal tersebut penting guna merumuskan kebijakan bersama untuk mengantisipasi terjadi potensi-potensi buruk dari upaya peningkatan produksi jagung tersebut. Sebab, jangan sampai pembukaan lahan yang tidak sesuai dilakukan oleh masyarakat untuk menanam jagung.

Kewenangan pengelolaan hutan berubah dari Kabupaten ke Provinsi sejak berlakunya 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Artinya, Potensi melemahnya peran pemerintah kabupaten dalam pengelolaan khususnya melindungi hutan bisa terjadi. Sehinga sangat perlu adanya kerja sama Pemerintah Provinsi NTB, Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu untuk memformulasikan kebijakan bersama.

Tidak hanya pada sektor pemerintahan, peran serta dari pihak swasta dalam hal ini perusahaan yang bergerak dalam produksi jagung di Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu harus cek & melihat sumber jagung tersebut. Pihak perusahaan jangan sampai membeli jagung dari oknum kelompok tani atau petani yang membabat kawasan hutan. Pemerintah juga harus segera verifikasi langsung ke lapangan dan mencabut izin perusahaan yang membeli jagung dari lahan hutan yang telah dibabat.

Bima dan Literasi Bencana

Pentingnya kolaborasi antara Pemerintah dan masyarakat guna menanggulangi bencana. Hal tersebut penting sebagai wujud tanggung jawab bersama dalam kehidupan termasuk terkait kebencanaan. Indonesia sebagai daerah rentan akan bencana alam, tentunya memaksa masyarakatnya untuk meningkatkan pemahamanan kebencaan guna meningkatkan mitigasi bencana.

Bencana alam yang sering terjadi hampir setiap tahunnya adalah banjir. Peristiwa tersebut selalu berulang-ulang, sehingga perlu ditekankan pembelajaran & literasi bencana pada masyarakat. Minimal dengan adanya literasi bencana dapat menurunkan angka korban akibat bencana banjir tersebut.

Meskipun secara umum, literasi di Indonesia dalam hal ini tingkat membaca masih rendah. Perlu kita ketahui bersama, untuk literasi bencana ini tidak hanya sebatas mengajak membaca. Namun pemahaman seperti kolaborasi guna optimalisasi upaya pencegahan & mitigasi kebencanaan hal utama. Sebab keterampilan tidak hanya melalui membaca tapi juga bisa melalui mendengar dan pelatihan.

Masyarakat Bima perlu meningkatkan literasi bencana. Sebab Bima menjadi daerah langganan banjir hampir setiap tahun. Hal ini penting guna mempersiapkan sumber daya manusia yang paham akan mitigasi becana. MenurutPasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Jika mitigasi bencana banjir sudah dipahami, maka masyarakat bima sendiri yang akan melakukan pemantaun dan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya alam. Hal tersebut penting dilakukan sebagai upaya preventif. Tentunya, hal ini guna mengurangi potensi terjadinya banjir. Tidak hanya itu, masyarakat juga akan paham terkait langkah-langkah yang bisa diambil sebelum, saat dan setelah bencana banjir itu terjadi.

Hal tersebut dapat dimulai dari desa dan diimplementasikan melalui membentukan Kampung Siaga Bencana (KSB). Harapan dari penulis, kampung siaga bencana ini bukan dibentuk oleh pemerintah, namun lahir dari masyarakat bima itu sendiri dengan tetap kolaborasi dengan pemerintah dan pihak terkait. Tidak hanya bekerja setelah terjadinya bencana tapi juga melakukan kerja-kerja preventif seperti pengawasan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai.

*Penulis adalah Relawan LPW NTB

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow Us

Follow us on Facebook Subscribe us on Youtube Contact us on WhatsApp